REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengatakan lembaga antikorupsi tidak berwenang melakukan penyelidikan terhadap warga negara (WN) istimewa dan menyerahkannya pada DPR.
"Dalam teori konstitusi dan hukum konstitusi, pakar konstitusi menyatakan bahwa ada yang disebut sebagai warga negara istimewa yaitu presiden dan wakil presiden. Kalau mereka melakukan pidana maka yang akan melakukan penyelidikan adalah DPR, jadi KPK tidak punya kewenangan," kata Abraham Samad dalam rapat bersama Tim Pengawas (Timwas) kasus Bank Century di Jakarta, Selasa (20/11).
Ia mengatakan apa yang dia kemukakan adalah bentuk hukum konstitusi yang dapat dilakukan DPR yang hasilnya dapat diserahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang kemudian akan memutuskan apakah betul warga negara istimewa melanggar pidana.
Menurut dia, KPK yang bersandar pada hukum konstitusi bukan tidak akan menyentuh kasus tersebut, tetapi lembaga antikorupsi tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan.
Hingga saat ini KPK telah menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi atas pengelolaan Bank Century Tbk dengan memintai keterangan kurang lebih 153 orang.
KPK pun telah menemukan adanya indikasi dugaan tindak pidana korupsi berupa penyalahgunaan wewenang oleh Deputi IV Devisa dan Moneter Bank Indonesia Budi Mulya dan Deputi V Pengawasan Bank Indonesia Siti Fajriah.
Keduanya diduga menyalahgunakan wewenang terkait dengan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Bailout Bank Century yang kini berganti nama dengan Bank Mutiara tersebut awalnya hanya disetujui sebesar Rp 632 miliar namun membengkak hingga mencapai Rp6,7 triliun.