Selasa 20 Nov 2012 10:41 WIB

Ribuan Angkot Geruduk Balai Kota DKI, Ada Apa?

Rep: Ira Sasmita/ Red: Hafidz Muftisany
 Sejumlah mobil angkutan kota (Angkot) mengantre untuk menunggu penumpang di Terminal kampung Melayu, Jakarta Timur, Kamis (7/7).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Sejumlah mobil angkutan kota (Angkot) mengantre untuk menunggu penumpang di Terminal kampung Melayu, Jakarta Timur, Kamis (7/7).

REPUBLIKA.CO.ID, KEBON SIRIH – Ribuan angkutan kota (angkot) lengkap dengan pengemudinya sengaja memarkirkan kendaraannya di depan Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (20/11). Aksi itu dilakukan sebagai bentuk penolakan mereka terhadap Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2012 tentang Retribusi Daerah dan Raperda Transportasi.

Angkot dengan beragam rute di seluruh wilayah DKI Jakarta itu menuntut agar retribusi yang ditimbulkan dari Perda no.3/2012 ditiadakan. Yaitu retribusi dalam uji KIR, retribusi masuk terminal, dan retribusi ijin trayek.

“Dulu ga pernah ada retribusi masuk terminal, sekarang setiap masuk bayar Rp 1 ribu. Uji KIR katanya gratis, nyatanya kami tetap bayar, dan gara-gara Perda itu biayanya dinaikkan,” kata B Simbolon, sopir angkot T 15 A, jurusn Arunda-Cililitan.

Menurut Simbolon, ia harus membayar sampai Rp 200 ribu untuk melakukan uji KIR yang dilakukan setiap enam bulan sekali. Selain itu, biaya yang dikenakan setiap kali masuk terminal menurutnya sangat memberatkan pengemudi.

Ketua Koperasi Wahana Kalpika (KWK) Jakarta Selatan, Indra Sumantri menyatakan, selain retribusi mereka juga menentang Raperda Transportasi DKI Jakarta. Terutama rencana pemusnahan angkot berukuran kecil menjadi angkutan menengah. “Katanya 4 angkot mau disatuin jadi 1 angkutan menengah, itu kan mengada-ada. Jangan musnahkan kami, tapi lakukan pembinaan,” ungkapnya.

Rencananya, ribuan sopir angkot ini akan menyampaikan langsung tuntutannya kepada Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi). Hingga saat ini mereka masih berorasi di depan gedung Balai Kota. Akibat aksi sopir angkot itu, lalu lintas di sepanjang Jalan Medan Merdeka Selatan menjadi tersendat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement