Jumat 16 Nov 2012 18:42 WIB

'Soal BP Migas SBY Cepat, Petani, Lambat'

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Djibril Muhammad
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Foto: Haji Abror Rizki/Rumgapres
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Instruksi presiden (Inpres) yang mengatur HPP Kedelai masih menunggu persetujuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Anggota Komisi IV DPR RI Ma'mur Hasanudin mengatakan presiden terkesan lambat mengambil langkah untuk kepentingan petani. 

Padahal, saat BP Migas dibubarkan Mahkamah Konstitusi (MK) presiden langsung memberikan peraturan presiden (perpres) yang selesai dalam waktu singkat. "Hal ini menunjukkan bahwa Presiden mikirnya lama untuk kepentingan petani," ujar Ma'mur, Jumat (16/11).

Pemerintah sebelumnya telah mengadakan rapat untuk menentukan HPP kedelai pada bulan lalu. Namun, HPP ini baru akan ditetapkan ketika sudah mendapatkan persetujuan dari presiden. 

Menurutnya, lambatnya pemerintah menentukan HPP disebabkan karena pemerintah masih takut harga kedelai impor lebih murah dibandingkan HPP. Pemerintah berencana menetapkan HPP sebesar Rp.7.000,-/kg.

Menurutnya, pemerintah tak perlu takut kedelai impor lebih murah dibandingkan kedelai petani. Ia mengatakan, pemerintah memiliki instrumen agar kedelai impor tidak lebih murah dibandingkan kedelai lokal. Misalnya, dengan kembali menerapkan bea masuk untuk impor kedelai.

"Kalau punya niat baik, ya jangan diberikan kesempatan kedelai impor masuk di luar kebutuhan dengan penerapan tarif yang tinggi sehingga kedelai impor tetap tinggi," ujarnya.

Sejak Agustus, Indonesia membebaskan bea masuk untuk impor kedelai karena terjadi kelangkaan. Kebijakan pembebasan bea masuk rencananya hanya sampai Desember 2012. Pemerintah bisa mencabut kebijakan tersebut jika dinilai sudah tidak efektif. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement