REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Salah satu penggugat UU Migas, KH Hasyim Muzadi merasa kecewa atas terbitnya Perpres 95 tahun 2012. Perpres itu tak akan memperbaiki keadaan perminyakan di Indonesia. Dengan Perpres itu Indonesia justru akan terus bergantung kepada pihak asing.
"Perpres 2012 itu 'hanya' mengubah nama BP Migas menjadi unit kerja dengan makna kebijakan dalam status quo, tanpa adanya langkah lanjutan guna mengurangi ketergantungan sektor Migas ke asing, keadaan akan tambah buruk," katanya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (16/11).
Menurutnya, ketergantungan minyak ke asing dalam format Migas sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) masih punya payung hukum, yaitu UU no 22 tahun 2001. "Sedangkan sekarang ini hanya Perpres. Kalau pemerintah menggebu-gebu menyelamatkan investor asing, sebenarnya tidak sangat perlu dilakukan, karena keputusan MK tidak berlaku surut," katanya.
Menurut Hasyim, kontrak-kontrak dengan pihak asing sebenarnya tidak dirugikan sama sekali dengan adanya putusan MK. "Sehingga cukup klarifikasi bahwa semuanya diambil alih pemerintah. Kalau diberikan lagi ke pihak lain artinya setali tiga uang," jelas mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.
Dikatakannya, yang sangat diperlukan sekarang ini adalah konsep kedepan, bagaimana mengurangi ketergantungan kepada pihak asing. "Oleh karenanya para penggugat sebaiknya segera berkumpul untuk melakukan evaluasi dengan mengundang para negarawan yang tidak lagi punya interes pribadi selain kepentingan negara," katanya.
Bersamaan dengan itu, ormas-ormas Islam di Indonesia diharapkan terus memberikan dukungan untuk memberikan kesadaran kepada umat tentang pentingnya mengembalikan Indonesia untuk Indonesia.
"Penyelamatan sementara pasti perlu yakni rasa aman para investor, tetapi lebih penting lagi langkah kedepan bagaimana ekonomi Indonesia tidak tergantung asing, karena hal ini tidak hanya urusan pemerintah tetapi seluruh bangsa," jelasnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, dalam waktu dekat para penggugat UU Migas sebaiknya berkumpul untuk evaluasi bersama para pemimpin/negarawan yang tidak punya lagi interes pribadi kecuali kepentingan bangsa/negara. Pertemuan ini untuk menyatukan langkah mengawal proses selanjutnyan sampai dengan lahirnya UU baru.
"Mengingat di parlemen sendiri bukan tidak ada masalah. Bersamaan itu, ormas-ormas penggugat hendaknya memberi penjelasan ke umat perlunya pelan-pelan Indonesia menguasai ekonominya sendiri. Loyalitas pemerintah ke investor dan kepentingan asing telah teruji, tinggal menseimbangkan dengan kepentingan indonesia," pungkasnya.