Selasa 13 Nov 2012 17:18 WIB

Ribuan Balita di Indramayu Alami Gizi Kurang

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Dewi Mardiani
Gizi buruk
Gizi buruk

REPUBLIKA.CO.ID,  INDRAMAYU –- Status gizi sangat berperan dalam pembentukan kecerdasan dan kesehatan balita. Namun di Kabupaten Indramayu, hingga November 2012, tercatat ada sekitar 1.000 balita justru berada pada kondisi status gizi kurang. ‘’Angka ini tinggi,’’ ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, Dedi Rohendi, Selasa (13/11).

 

Dedi menjelaskan, status gizi kurang berarti berat badan balita berada di bawah garis merah (BGM) pada kartu menuju sehat (KMS). Hal itu menandakan kurangnya asupan makanan bergizi yang dialami balita. Pasalnya, untuk berat badan balita, harus sesuai dengan pertambahan umurnya seperti yang tertera pada KMS.

 

Tak hanya gizi kurang, lanjut Dedi, tercatat ada pula 83 balita yang berada pada kondisi gizi buruk. Selain berat badannya berada pada kondisi BGM, balita juga menderita sejumlah penyakit penyerta. Seperti, penyakit tuberkulosis Paru maupun diare.

 

Dedi menambahkan, dari jumlah balita gizi buruk, ada beberapa di antaranya yang mengalami kondisi marasmus dan kwashiorkor. Itu berarti, balita-balita tersebut mengalami kekurangan asupan makanan yang mengandung sumber energi dan protein (kurang energi protein/KEP).

 

Untuk balita yang menderita marasmus, lebih mengarah pada kekurangan makanan yang menjadi sumber energi, yakni karbohidrat dan lemak. Adapun ciri-cirinya di antaranya tubuh yang sangat kurus, tulang terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, kulit keriput, jaringan lemak tidak ada, perut cekung, dan tulang iga tampak jelas.

 

Sedangkan balita yang menderita kwashiorkor, lebih mengarah pada kekurangan asupan protein. Tanda-tandanya, di antaranya adalah adanya edema (bengkak) pada seluruh tubuh sehingga tampak gemuk, wajah anak membulat dan sembab, bengkak terutama pada punggung kaki dan bila ditekan akan meninggalkan bekas seperti lubang, dan warna rambut  kemerahan (seperti rambut jagung). ‘’Adapula yang menderita marasmus kwashiorkor secara bersamaan,’’ tutur Dedi.

 

Menurut Dedi, penyebab utama timbulnya kasus gizi kurang dan buruk pada balita adalah rendahnya pengetahuan dan kepedulian keluarga terhadap asupan makanan untuk balita. Akibatnya, pola makan balita menjadi tidak terperhatikan. Apalagi, terang Dedi, banyak di antara ibu-ibu balita itu yang pergi bekerja ke luar negeri sebagai TKI. Akibatnya, pengasuhan anak-anak TKI yang masih balita tersebut diserahkan kepada nenek mereka yang sudah berusia lanjut.

 

Untuk mengatasi kondisi tersebut, lanjut Dedi, sudah ada program pemberian makanan tambahan (PMT). Namun, dia mengakui program tersebut mengalami keterbatasan anggaran sehingga tidak bisa maksimal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement