Ahad 11 Nov 2012 01:07 WIB

Boikot Pajak, Peringatan untuk Pengelolaan Pajak Lebih Baik

Rep: Umi Lailatul/ Red: Fernan Rahadi
Romo Benny Susetyo
Foto: ANTARA
Romo Benny Susetyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  --  Isu boikot pajak menjadi trending topic dalam beberapa pekan terakhir.  Isu ini dipicu oleh hasil Musyawarah Nasional Nahdlatul Ulama (Munas NU) di Cirebon.

Hasil Munas di Cirebon tercipta seiring maraknya pemberitaan tentang kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum pegawai pajak. Masyarakat kemudian menganggap bahwa uang pajak mereka dikorupsi oleh pegawai pajak.

Terkait hal tersebut, Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia, Romo Benny Susetyo menilai bahwa boikot pajak hanya sebuah wacana.

"Itu sebagai warning agar Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) serius dalam upaya pemerangan korupsi serta perbaikan tata kelola pajak lebih baik. Harapannya agar Ditjen Pajak mampu meresponnya dengan aturan jelas melalui penindakan tegas pegawai pajak yang korup," katanya.

Ditjen Pajak menjelaskan isu itu merupakan bentuk salah kaprah pemberitaan di media bahwa uang pajak diambil pegawai pajak. Secara sistem semua pembayaran pajak langsung masuk ke bank dan diadministrasikan ke kas negara.

Pegawai pajak tidak akan bisa mengeluarkan uang pajak ini dari bank. Jadi, tidak pernah ada uang pembayaran pajak yang masuk ke kas negara dan dikorupsi oleh pegawai pajak.

Benny setuju bahwa kasus korupsi tidak bisa hanya dipersalahkan ke Ditjen Pajak. Korupsi dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang berasal dari pajak dilakukan oleh oknum pejabat di luar pajak dan anggota DPR/DPRD. "Ya, karena itu saatnya kita melakukan refleksi untuk menata agar pajak dikelola dengan transparan supaya tidak dikorupsi siapapun," katanya.

Pastor ini membenarkan bahwa boikot pajak tersebut dapat merugikan negara dan pembangunan nasional. Ia mengimbau sebaiknya Ditjen Pajak harus benar-benar menindaklanjuti boikot pajak tersebut. Caranya dengan reformasi tata kelola perpajakan dimulai dari perbaikan attitude. 

"Jika Ditjen Pajak itu sudah serius membenahi dan memerangi korupsi di pajak maka dengan sendirinya masyarakat akan taat membayar pajak," katanya.

Ditjen Pajak akan melakukan tindakan tegas dan tidak memberi toleransi kepada wajib pajak yang menunda pembayaran pajak. Selaku institusi yang mengemban amanat pemungutan pajak berdasarkan UU, Ditjen Pajak  memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi administrasi berupa denda.

Terkait sanksi tersebut, Benny menilai bahwa langkah itu harus dibarengi dengan tindakan nyata Ditjen Pajak untuk memperbaiki pengelolaan pajak. "Ditjen Pajak jangan terlalu reaktif lah tentang wacana ini. Mereka harus menjawab isu boikot pajak lewat kinerjanya menertibkan korupsi bukan malah ancaman," katanya.

Ke depannya, Benny menyarankan kepada Ditjen Pajak agar merespon positif isu tersebut sebagai terapi untuk perbaikan pengelolaan pajak. Sekretaris Konferensi Wali Gereja Indonesia ini mengimbau agar Dirjen Pajak terus melakukan pembenahan dan pembersihan mafia pajak. Caranya dengan mekanisme pengawasan dari puncuk pimpinan hingga ke bawahan.

"Pemerangan terhadap korupsi di Pajak harus diperbaiki karena masih belum menyentuh ke hal yang lebih tinggi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement