Sabtu 10 Nov 2012 02:32 WIB

Pengamat; Politik Uang tak Selalu Berkorelasi dengan Pilihan Rakyat

Pilkada DKI putaran dua
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pilkada DKI putaran dua

REPUBLIKA.CO.ID,PEKANBARU--Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti berpendapat politik uang tidak selalu berkorelasi dengan pilihan rakyat. Oleh kerana itu pemilihan kepala daerah, baik gubernur, bupati, maupun wali kota, secara langsung harus dipertahankan sebagai sarana pembelajaran demokrasi bagi rakyat.

"Pilkada langsung perlu dipertahankan sebagai sarana pembelajaran demokrasi politik bagi rakyat," kata Ikrar di sela seminar "Evaluasi Kritis Pemilihan Kepala Daerah Era Reformasi" yang digelar FISIP Universitas Riau, di Pekanbaru, Jumat.

Menurut profesor riset di Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu, pemilu langsung diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nurani.

Soal biaya besar yang harus dikeluarkan dalam pemilu langsung, menurut Ikrar, hal itu adalah konsekuensi yang harus ditanggung. "Mustahil bagi seorang calon kepala daerah untuk tidak mengeluarkan ongkos politik yang cukup besar," katanya.

Untuk pembayaran uang saksi saja ongkos yang harus dikeluarkan bisa mencapai Rp1  miliar hingga Rp 3 miliar.

Ia tidak sependapat dengan anggapan bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung hanya menyuburkan praktik politik uang. Menurutnya, politik uang tidak selalu berkorelasi dengan pilihan masyarakat.

"Rakyat mungkin tetap akan menerima uang yang diberikan calon kepala daerah dalam berkampanye, akan tetapi belum tentu mau menjatuhkan pilihan yang salah," katanya.

Terpilihnya Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama secara meyakinkan di Pilkada DKI Jakarta mengalahkan Fauzi Bowo yang merupakan calon petahana merupakan contoh bagaimana rakyat memilih pemimpin yang mereka kehendaki.

Menurut Ikrar, warga Jakarta telah memberi contoh yang baik bagi rakyat di seluruh Indonesia bahwa pelaksanaan pilkada bukan sesuatu yang membosankan, menyebalkan, atau menyeramkan, melainkan sesuatu yang menarik dan menyenangkan.

"Pilkada DKI Jakarta bisa menjadi contoh bagaimana demokrasi dapat terlaksana dengan baik," katanya.

Pilkada Jakarta dapat dijadikan barometer pelaksanaan pilkada lainnya di Indonesia yang akan mencapai sekitar 100 pilkada gubernur, bupati, dan walikota pada 2014--2015.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement