Rabu 07 Nov 2012 22:36 WIB

Menkes Ancam Rumah Sakit yang Menolak Pasien

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: M Irwan Ariefyanto
 Pasien di Rumah Sakit.
Foto: Antara/Jafkhairi
Pasien di Rumah Sakit.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi meminta rumah sakit tidak lagi menolak pasien darurat. Tindakan ini tidak bisa dibenarkan karena semestinya rumah sakit memberi pelayanan kesehatan pada pasien.

Menkes menegaskan, jangan ada lagi rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta, yang menolak pasien karena alasan biaya. “Ini permintaan serius," ujarnya usai menghadiri Pembukaan Kongres Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) XII di Plennary Hall, JCC, Jakarta, Rabu (7/11).

Nafsiah menyebut, hampir tiap hari ia menerima dua hingga tiga laporan penolakan pasien dari berbagai daerah, seperti Kepulauan Riau, Aceh, dan Papua. Padahal, saat ini pasien tidak mampu sudah diakomodasi melalui Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).

Yang menjadi permasalahan lain, kata Nafsiah, ketika pasien tidak mampu justru diberikan resep obat mahal oleh dokter. "Jangan lakukan itu! Mari kita perhatikan rakyat," ucapnya.

Dia mengingatkan, bila dokter sedang menangani pasien yang ditanggung Jamkesmas, berikanlah obat yang telah disetujui. Jangan berikan obat paten. Selain harganya mahal, belum tentu lebih bagus dari obat generik.

Apakah sudah ada sanksi terhadap rumah sakit yang menolak pasien? Menkes berkata, “Nanti dilihat lagi karena saya belum menguasai." Namun, jika ternyata sanksi tersebut belum ada, Kementerian Kesehatan akan mengusahakan regulasinya.

Kondisi rumah sakit yang penuh juga tidak dibenarkan menjadi alasan untuk menolak pasien. Nafsiah berujar, rumah sakit awal yang dituju hendaknya mencarikan rumah sakit lain untuk pasien. Untuk itu, rumah sakit diminta memanfaatkan teknologi yang ada sehingga bisa terkoneksi dengan rumah sakit lain. Jadi, seandainya ada pasien yang tidak bisa ditampung, bisa dilihat dari jaringan internet rumah sakit mana yang masih ada tempat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement