Selasa 06 Nov 2012 16:00 WIB

Transmigrasi dan Solusi Pengentasan Kemiskinan

Seorang anak dari peserta transmigrasi asal DI Yogyakarta membopong barang bawaan, sesaat setelah turun dari KM Leuser jurusan Semarang-Pontianak, di Pelabuhan Dwikora, Pontianak, Kalbar
Foto: Antara
Seorang anak dari peserta transmigrasi asal DI Yogyakarta membopong barang bawaan, sesaat setelah turun dari KM Leuser jurusan Semarang-Pontianak, di Pelabuhan Dwikora, Pontianak, Kalbar

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra / Wartawan Republika

Di tengah krisis ekonomi dunia, Indonesia masih bisa berbangga dengan merasakan pertumbuhan ekonomi antara 6,3 hingga 6,5 persen. Namun masalah muncul dengan kurang berhasilnya pemerintah dalam melakukan pemerataan.

Kue pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati segelintir orang. Memang di satu sisi pertambahan kelas menengah baru mencapai puluhan juta orang. Tapi tidak bisa dinafikan pula, lebih banyak masyarakat yang hidupnya serba dalam keterbatasan.

Badan Perenacanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melansir tingkat kemiskinan tahun 2012 sebesar 11,96 persen. Dengan jumlah penduduk mencapai 240 juta jiwa, setidaknya 29,13 juta jiwa hidup dalam kategori kemiskinan. Angka itu memang menurun dibanding tahun lalu sebesar 12,49 persen dan pada 2010 sebesar 13,33 persen. Tapi secara kuantitas jumlah warga miskin terus meningkat seiring pertambahan penduduk.

Pemerintah menargetkan setiap satu persen pertumbuhan ekonomi bisa menyerap 400 ribu tenaga kerja. Sehingga kategori masyarakat miskin yang dapat dientaskan tahun ini maksimal sebanyak 2,8 juta jiwa. Jika target itu tercapai, masih ada 26 juta orang miskin di negeri ini.

Hal itu sangat ironis. Itu lantaran capaian pertumbuhan ekonomi yang selalu digembar-gemborkan pemerintah sebagai prestasi terbaik di mata dunia internasional menyisakan persoalan pelik. Pasalnya yang menikmati pertumbuhan ekonomi hanya kalangan atas dan semakin makmur. Adapun kelompok marjinal semakin tersisih lantaran tidak menikmati apa-apa. Istilahnya, yang kaya makin kaya, dan si miskin tetap miskin, benar-benar terjadi di sini.

Galakkan Transmigrasi

Sebenarnya ada salah satu solusi pengentasan kemiskinan yang selama ini dilupakan pemerintah. Gaung transmigrasi pada Orde Baru memang sangat terdengar. Namun seiring dengan lahirnya era reformasi, perlahan program pemerataan penduduk yang ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat itu redup dengan sendirinya. Bisa jadi karena program tersebut memerlukan dana besar, pengaturan yang cukup rumit, atau ada kendala teknis lainnya.

Sudah umum diketahui, transmigrasi adalah program yang diadakan pemerintah untuk menyebarkan penduduk yang terkonsentrasi di Jawa ke luar Jawa. Biasanya peserta transmigrasi dikirim ke daerah yang jarang penduduknya atau wilayah yang memiliki lahan luas, tapi tidak terurus.

Selain bisa mengurangi kepadatan penduduk di Jawa, tentu pula bisa menjadi sarana efektif mengurangi masalah sosial di masyarakat. Jika seandainya transmigran di daerah asalnya hanya menjadi pengangguran maka program itu sekaligus menyediakan lapangan pekerjaan. Namun bukan berarti dengan diadakannya transmigrasi pemerintah mentransfer masalah di Jawa ke daerah tujuan. Tidak seperti itu.

Konteksnya adalah soal penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan masyarakat. Dengan mengikuti program transmigrasi, peserta bakal mendapat tanah garapan seluas dua hektare untuk dikelola. Mereka pasti bakal berjuang agar lahan yang didapatkannya itu dapat menghasilkan. Jika tidak, tentu sangat aneh sebab mereka mau tak mau harus menghidupi keluarganya.

Teori yang berkembang, para perantau biasanya memiliki sikap lebih disiplin daripada tinggal di daerahnya. Selain ingin memberikan kabar gembira bagi keluarga dan kerabat yang ditinggalkan, mereka juga kepalang tanggung kalau tidak sukses di tanah rantau.

Efek multiplier yang ditimbulkan adalah lahan garapan bisa produktif dan menghasilkan pendapatan dalam jangka waktu tertentu. Bila transmigran bisa mengelola hutan perawan atau memanfaatkan lahan tidur menjadi sarana permukiman baru, pasti dapat mempercepat roda perekonomian suatu daerah Itu baru penjelasan sederhana.

Apalagi jika program itu dirancang masif, sistemik, dan diikuti puluhan ribu peserta. Bisa dijamin dampaknya pasti luar biasa besar bagi program pengentasan kemiskinan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi. Meski biaya yang dikeluarkan pemerintah sangat besar, tapi dana itu akan kembali dengan nilai peningkatan taraf kesejahteraan mereka.

Program transmigrasi juga sangat menguntungkan daerah yang kekurangan tenaga kerja usia produktif di bidang pertanian. Apalagi ke depannya program itu didorong untuk memajukan daerah tertinggal dan transmigran dikirim ke kawasan perbatasan yang selama ini jauh dari kemakmuran. Jika rencana itu bisa direalisasikan, transmigrasi dapat menjadi program unggulan pemerintah sebagai solusi pengentasan kemiskinan.

Ikon Pengentasan Kemiskinan

Langkah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar memprioritaskan lagi transmigrasi merupakan kebijakan yang layak didukung. Satu catatan penting, ketika sudah memberangkatkan transmigran ke daerah tujuan maka tugas pemerintah bukan berarti telah selesai.

Pemerintah sebelumnya juga harus membangun sarana pendidikan dan kesehatan sebelum mereka menempati kawasan tujuan transmigrasi. Jika dua fasilitas itu tersedia, tentu peserta transmigrasi bisa fokus mengerjakan lahan seluas dua hektare yang didapatkannya.

Pembekalan pendidikan untuk meningkatkan potensi pemahaman tinggal di daerah tujuan juga penting. Pengajaran bagaimana menanam, memberi pupuk, merawat, memanen, hingga menjual hasil berkebun secara tidak langsung mengajarkan proses entrepreneurship. Kalau itu terus dilatih, pasti ada sebagian di antara mereka yang bakal menjadi pengusaha sukses.

Pada 2011, peserta transmigrasi berjumlah 2,2 juta orang. Jika dari jumlah itu ada sekitar 10 persen saja yang menggeluti dunia usaha, maka ikut mendorong persentase jumlah pengusaha di Indonesia. Dengan semakin banyaknya pengusaha, pengentasan kemiskinan di negeri ini hanya tinggal menunggu waktu.

Kalau sekarang jumlah pengusaha hanya 0,18 persen, tentu jumlahnya harus terus diperbanyak. Itu lantaran masalah kemiskinan dan pengangguran berkorelasi dengan jumlah pengusaha di suatu negara. Semakin banyak warga Indonesia yang beralih profesi sebagai pengusaha, otomatis tingkat pengangguran dan kemiskinan berkurang.

Kalau Singapura bisa menciptakan penduduknya sebesar 7 persen dan Amerika Serikat (AS) sebanyak 11 persen menjadi pengusaha, Indonesia tidak boleh kalah. Caranya? Tentu dengan menggalakkan program transmigrasi yang harus dirancang dengan baik. Ingat, transmigrasi bisa menjadi ikon pengentasan kemiskinan.

Semoga di Hari Bhakti Transmigrasi ke-62, berbagai kemajuan dan kesejahteraan masyarakat yang diharapkan dapat direalisasikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement