REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kekhawatiran Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, akan mahalnya megaproyek Mass Rapid Transit (MRT) akhirnya mendapat jawaban.
Pembangunan proyek kereta api bawah tanah itu dinilai tidak akan berujung bangkrut alias kolaps.
Hal ini terungkap setelah pemerintah provinsi DKI menggelar pertemuan dengan otoritas pengelola MRT Singapura, Land Transport Authority di Balai Kota, Sabtu (3/11).
Dalam pertemuan tersebut, Singapura berbagi pengalamannya selama dua puluh tahun membangun dan mengelola MRT.
"Kalau swasta mungkin saja kolaps, tapi ini kan proyek pemerintah. Kalau swasta berpikirnya 3-5 tahun tidak bisa untung tidak mau investasi," kata Deputi Gubernur DKI Bidang Transportasi, Soetanto Soehodo, usai menghadiri pertemuan yang dipimpin Wakil Gubernur Basuki Tjahaya Purnama itu.
Soetanto menjelaskan, bagi pemerintah keuntungan dari MRT tidak hanya berasal dari pemasukan yang sifatnya langsung. Namun, bisa juga keuntungan tersebut bersifat tidak langsung seperti turunnya beban subsidi bahan bakar dan pertumbuhan ekonomi yang makin meningkat dengan dibangunnya MRT.
"Keuntungannya tidak cuma dari tiket dan pemasukan-pemasukan langsung lainnya. Misalnya, dengan dibangunnya MRT pengguna kendaraan pribadi bisa berkurang, udara menjadi lebih bersih, anggaran untuk sektor-sektor lain bisa dikurangi," imbuhnya.