REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ali Marsyur Musa menyatakan ada dua kejadian janggal yang terjadi dalam proses pencairan dana proyek P3SON Hambalang. Di mana hal itu akan menguatkan keterlibatan Menpora Andi Malarangeng dan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam kasus ini.
"Ada dua kejadian yang janggal dan seharusnya tidak terjadi dalam proses pencairan dana," ujarnya usai penyampaian laporan audit investigasi I Hambalang pada DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/10).
Kedua hal janggal tersebut diantaranya adalah pertama, TBMN (Tubagus Muhammad Noor) selaku kepala DK 1 PT AK (Adi Karya) sekaligus kuasa KSO AW meminta dan menerima pembayaran uang muka proyek P3SON Hambalang sebesar Rp 189.449.906.363 yang tidak seharusnya diterima. Kedua, MS (Machfud Suroso) selaku dirut PT DC (Duta Sari Citra Laras) menerima uang muka sebesar Rp 63.300.942.000 yang tidak seharusnya diterima.
Kejanggalan yang diduga melibatkan Menpora ini menurutnya dikarenakan Andi menyetujui dan membiarkan penerimaan dan proses pencarian sumber aliran dana tersebut.
Padahal, hal itu melanggar Keppres 80 Tahun 2003. Namun, Andi mengaku tak tahu atas kejadian ini. Padahal, Ali meyakini Andi mengetahui kejanggalan ini karena, sebagai Menteri Andi pasti mengetahui semua kebijakan dalam proses pencarian aliran dana.
"Sebagai Menteri dia yang mengambil semua kebijakan harusnya tahu, berarti dengan kata lain dia yang menyetujui penerimaan dan proses pencarian aliran dana," tambahnya.
Karena, ada proses pencarian perusahaan kontraktor dalam proyek ini yang sejak awal sudah janggal. Terlebih, kata dia saat kedua perusahaan ini terpilih menjalankan proyek hambalang tersebut.
Sementara, menyangkut Anas Urbaningrum keterlibatannya dikarenakan adanya koneksi pada kedua perusahaan kontraktor ini. Di mana Anas menurut keterangan Nazaruddin (tersangkan Hambalang) adalah pihak yang memenangkan PT Adhi Karya sebagai salah satu perusahaan kontraktor dalam proyek pembangunan P3SON pada 2010 silam.
Dengan imbalan PT. Adhi Karya sanggup memberikan Rp 100 miliar guna membantu kongres Demokrat, memberikan uang Rp 50 miliar dan membelikan Toyota Harrier bagi Anas pribadi.
Sedangkan, PT Duta Sari Citra Laras (DC) selain merupakan subkontraktor PT Adhi Karya, perusahaan ini juga diketahui miliki istri Anas yakni, Atthiyyah Laila sebagai komisarisnya. Di mana Atthiyyah juga diketahui telah berkongsi dengan Machfud Suroso (diduga orang dekat Anas) yang menjadi kurir fee Rp 100 miliar dari PT. Adhi Karya. Machfud Suroso sendiri juga diduga telah memberi suap Rp 10 miliar ke Joyo Winoto.
Namun, Ali mengaku tidak mau berspekulasi atas keterangan tersebut. Sebab, pihaknya belum melakukan audit investigasi lebih lanjut terkait aliran dana tersebut. Sehingga, dia mengaku saat ini tidak dalam posisi menyeret atau tidak menyeret Anas Urbaningrum. Karena, hingga sekarang ini belum ada data yang berhubungan dengan Ketua Umum Demokrat ini.
"Terkait Anas, kita belum tahu. Karena kita tidak dalam posisi menyeret atau tidak menyeret orang, tapi sejauh ini belum ada hubungan dengan pak Anas," jelasnya.
Untuk itu, BPK kata dia akan segera melakukan pemeriksaan audit investigasi Hambalang tahap 2. Di mana audit ini akan difokuskan untuk menelusuri aliran dana pada kedua perusahaan tersebut. "Pada pemeriksaan berikutnya, kita akan menelusuri aliran dana pada dua perusahaan kontraktor itu," ungkap Ali.