Senin 29 Oct 2012 19:50 WIB

Ade Komarudin Usulkan Pilpres Tiru Sistem Amerika Serikat

Tumpukan berkas persyaratan verifikasi partai politik saat melakukan proses pendaftaran peserta pemilu di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Senin (3/9).
Foto: Prayogi
Tumpukan berkas persyaratan verifikasi partai politik saat melakukan proses pendaftaran peserta pemilu di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Senin (3/9).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) Dr Ade Komarudin mengusulkan perubahan sistem pemilihan presiden menjadi "electoral votes", bukan "popular votes" seperti yang selama ini telah berjalan dengan baik.

"Kalau sistem pemilihan presiden 'popular vote', maka hal itu bisa menjadi ancaman bagi praktik demokrasi karena bisa dipastikan presiden terpilih hanya didominasi dari Jawa, padahal daerah-daerah lain seperti Papua, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan tidak bisa punya kesempatan," kata Ade Komarudin dalam Workshop "RUU Pilpres Siapa yang Diuntungkan" di Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat di Jakarta, Senin.

Perubahan sistem "electoral votes" ini dalam rangka menjamin keseimbangan sistem otonomi yang selama ini sudah berjalan baik dengan mempertimbangkan letak geografis dan jumlah penduduk masing-masing daerah yang beragam agar suara perwakilan setiap daerah tecermin dengan baik di tingkat nasional dan tidak ada yang merasa dianaktirikan.

Menurut Ade Komarudin, sistem "electoral votes" bisa merupakan kombinasi gabungan dari anggota DPR dan DPD yang terpilih di setiap daerah pemilihan. Tujuannya, dalam rangka penguatan sistem presidensial seperti model pemilihan presiden Amerika agar perolehan suara pemilih bisa merata dan tidak didominasi di suatu daerah pemilihan.

Selain itu, lanjut Ade, revisi UU Pilpres UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden harus menaikkan angka ambang batas pencalonan presiden (Presidential Treshold) dari sebelum 20 persen menjadi 25 persen kursi di DPR atau 25 persen menjadi 30 persen suara sah nasional.

"Karena itu, bila ada parpol yang tidak memenuhi persyaratan mengusung capres harus berkoalisi, sehingga presiden terpilih nanti mendapat dukungan politik yang kuat dari parlemen sehingga dapat menjalankan pemerintahan yang kuat dan efektif," ujarnya.

Menurut Ade Komarudin, revisi UU Pilpres ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pemilu secara langsung oleh rakyat merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.

Selain itu, pilpres diselenggarakan secara demokratis melalui partisipasi rakyat seluas-luasnya berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement