REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa menangani perkara pidana pemalsuan tanda tangan kendati hal itu berkaitan dengan kasus dugaan korupsi Simulator SIM. Pernyataan tersebut disampaikan Ketua LBH Jakarta, Nurcholis Hidayat, Selasa (23/10).
Nurcholis mengatakan, KPK harus mematuhi ketentuan yang tertuang dalam undang-undang tindak pidana korupsi. Artinya, ucap dia, perkara yang bisa ditangani lembaga antikorupsi itu hanya kasus-kasus yang bertalian dengan rasuah. "Pemalsuan tanda tangan itu masuk pidana umum dan merupakan ranah kepolisian," ujar Nurcholis.
Namun begitu, Nurcholis menyatakan, semua itu tergantung pada hasil penyidikan lanjutan oleh KPK. Selama kasus Simulator SIM disidik dalam konstruksi tindak pidana korupsi, langkah KPK dibenarkan. "KPK harus patuh pada ketentuan lex spesialis tentang tindak pidana korupsi," jelas Nurcholis.
Dalam kasus simulator SIM, kepolisian menetapkan tiga tersangka atas nama Brigjen Didik Purnomo (Wakil Korlantas Mabes Polri), Budi Susanto (Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi), dan Sukotjo S Bambang (Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia).
Dua tersangka lain, Kompol Legimo dan AKBP Teddy Rusmawan menjadi tersangka dalam kasus pidana dugaan pemalsuan tanda tangan dokumen dalam kasus pengadaan Simulator SIM.
Sementara KPK menetapkan status tersangka kepada empat orang. Masing-masing adalah Irjen Pol Djoko Susilo, Brigjen Pol Didik Purnomo, Budi Susanto (Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi), dan Sukotjo S Bambang (Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia).