Senin 22 Oct 2012 20:44 WIB

RUU Kamnas Dinilai Berpotensi Picu Tumpang Tindih Aparat

Rep: Ira Sasmita/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Demo menolak RUU Kamnas di Markas Kodam VII Wirabuana, Makassar, Sulawesi Selatan.
Foto: Antara
Demo menolak RUU Kamnas di Markas Kodam VII Wirabuana, Makassar, Sulawesi Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, Salah satu ketentuan dalam RUU Kamnas ialah pemberian kewenangan penangkapan yang berpotensi menimbulkan tumpang tindih antara BIN, TNI dengan institusi kepolisian. Situasi itu bisa memicu kerumitan dalam tata kelola sistem keamanan nasional.

Begitupula dengan pemberian kewenangan penyadapan pada Pasal 51 huruf e jo Pasal 20 RUU Kamnas. Beberapa lembaga sosial masyarakat (LSM) yang menamakan dirinya Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan menegaskan RUU sangat berbahaya, karena pengaturan penyadapan tidak dibahas secara terperinci. "Nantinya akan mudah disalahgunakan untuk kekuasaan tertentu," ujar Haris Azhar, salah satu LSM dalam Koalisi

Pakar hukum dari Universitas Gajah Mada (UGM), Fajrul Falaakh juga melihat RUU Kamnas sebagai langkah mundur. Karena kecenderungan ke arah otoritasi militer seperti zaman orde baru kembali terjadi. "Kembali lagi ke model tahun 50-an di dalam menanggulangi kondisi nasional yang dinilai mengancam. Karena definisi ancaman di dalam RUU Kamnas terlalu 'karet'," ungkap Fajrul.

Seharusnya, pemerintah cukup melakukan revisi terhadap beberapa Undang-Undang yang telah ada, seperti UU Darurat Nomor 23 tahun 1959. "Ini kan sudah dicetuskan sejak 2000-an awal, sewaktu marak terorisme. Tapi ada benturan dengan polisi, karena ketika terbebas dari TNI polisi menganggap dirinya telah merdeka. Jadi jangan sampai RUU Kamnas menimbulkan efek bias dan mengada-ada," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement