Jumat 19 Oct 2012 14:13 WIB

PT MRT Pertanyakan Bentuk Evaluasi Jokowi

Rep: Ira Sasmita/ Red: Hazliansyah
Rencana MRT di Jakarta.
Foto: matanews.com
Rencana MRT di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo akan mengkaji ulang mega proyek Mass Rapid Transit (MRT). PT MRT sebagai eksekutor mengaku siap mempresentasikan proyek tersebut.

Meski begitu, ia mempertanyakan bentuk pengkajian yang akan dilakukan Jokowi. Karena menurutnya, proses menuju pembangunan MRT telah sampai pada tahap pengumuman pemenang tender.

"Kemarin kan Wagub Ahok bilang mau kaji ulang. Lalu seperti apa pengkajiannya? Bagaimana dengan proses yang sedang berjalan, soalnya kami sudah selesai tender, tinggal pengumuman, setelah itu kontrak," kata Humas PT MRT Jakarta, Manpalagupta Sitorus, di Jakarta, Jumat (19/10).

Proyek yang telah mulai dibahas sejak kepemimpinan Gubernur Sutiyoso itu, menurut Gupta, seharusnya telah memasuki tahap pengumuman pemenang tender pada 14 Oktober lalu. Namun ditunda untuk memastikan urusan teknis dan klarifikasi atas beberapa proposal calon kontraktor.

"Memang dijadwalkan pada medio September-Oktober, sehingga masih on schedule. Kemarin ada evaluasi proposal calon kontraktor. Harus dikerjakan dengan hati-hati, karena nilai proyek yang sangat besar dan kompleksitas pekerjaan, ditambah lagi dengan jenis kontrak yang relatif baru yaitu design and build," ungkapnya.

Rangkaian panjang proses pelelangan tender itu disebut Gupta juga menyerap biaya dan waktu yang tidak sedikit. "Kalau dikaji lagi, lalu maunya seperti apa? Apa ada pengganti MRT," ujarnya.

Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta, Selamat Nurdin mengatakan tidak ada yang salah dalam rencana Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo mengevaluasi proyek Mass Rapid Transit (MRT). Namun ia berharap, evaluasi tidak sampai mengganggu jadwal tahapan pelaksanaan pembangunan.

Selamat mengatakan, kemunduran jadwal atau bahkan jika dibatalkannya proyek tersebut akan menimbulkan konsekuensi finansial dan moral yang akan ditanggung Pemprov DKI dan Pemerintah Indonesia.

Di dalam perjanjian pinjaman (loan agreement), jelas Selamat, apabila pembangunan MRT terlambat atau tidak sesuai jadwal, maka Pemprov DKI dan pemerintah pusat akan menanggung denda sebesar Rp 800 juta per hari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement