REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y. Thohari menilai praktik demokrasi di Tanah Air yang cenderung bebas dan terlalu kompetitif. Selain itu, kurang sejalan dengan jati diri serta modal sosial bangsa.
"Keberadaan banyak partai politik (parpol) saat ini justru tidak demokratis dan terlalu mengadopsi demokrasi Barat, sehingga cenderung kebablasan dan berlebihan," kata Hajriyanto dalam 'Seminar Nasional Konsolidasi Demokrasi dan Jati Diri Bangsa,' di Jakarta, Kamis (18/10).
Keberadaan banyak parpol tersebut berakibat pada pelaksanaan kegiatan politik dengan biaya tinggi, pemilihan langsung yang kurang kompetitif, serta pertumbuhan ekonomi yang tidak merata.
Kegiatan politik dengan tuntutan pembiayaan tinggi itu membuat konsep demokrasi yang sebenarnya tidak dapat terwujud, lanjutnya. Selain itu, pelaksanaan kegiatan pemilihan langsung juga tidak dapat berjalan secara kompetitif karena adanya politik berbiaya tinggi tersebut. "Hal itu tidak sejalan dengan jati diri dan modal sosial bangsa Indonesia," katanya.
Terkait dengan perkembangan ekonomi, dia mengatakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menciptakan pemerataan kesejahteraan sosial bagi masyarakat.
"Jadi, ada pertumbuhan yang luar biasa karena adanya liberalisme, sehingga hal itu membuka peluang terjadinya liberalisme di bidang politik, terutama dengan adanya politik dengan biaya tinggi," katanya.
Oleh karena itu, sudah saatnya bagi bangsa Indonesia untuk menanamkan kembali demokrasi asli, yaitu demokrasi yang dipraktekkan di pedesaan seperti yang pernah dilakukan oleh negarawan Mohammad Hatta, katanya dalam seminar. Seminar tersebut dihadiri oleh ratusan mahasiswa perguruan tinggi di Jakarta serta sejumlah tokoh politik seperti, Yuddy Latif, Yuddy Chrisnandi, dan KH Said Aqil Sirajd.