REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta yang baru, Joko Widodo atau Jokowi, diminta jangan bawa gaya memimpin sewaktu di Solo ke Jakarta. Ketenaran pria yang sering dianggap Jokowi ini dinilai sudah berhasil memikat hati warga Jakarta.
"Di Jakarta, warga sepertinya sudah percaya Jokowi, jadi //nggak// usah lama-lama mengajak makan sampai berkali-kali. Tinggal sedikit dialog dan lakukan apa yang harus dilakukan," ujar Pengamat Perkotaan, Yayat Supriyatna, saat dihubungi, Ahad (14/10).
Namun, kata Yayat, dalam memimpin ibu kota Indonesia ini, tidak cukup hanya dengan mengambil hati warganya saja. Jokowi perlu juga belajar cepat mengenal wilayah Jakarta dan segala permasalahannya. Hal ini berguna sebagai pedoman prioritas kerja Jokowi sebagai pemegang tangkup kekuasaan DKI 1.
Dikatakannya, semua ini tak lepas dari kelompok/tim kerja Jokowi. "Konsolidasi dalam internal kerja Jokowi harus ditata karena inilahh ujung tombak pemerintahaan Jokowi," ucapnya.
Selain dengan tim kerja, Jokowi harus menjaga keterbukaan komunikasi dengan warganya. Yayat melihat sudah ada upaya Jokowi mewujudkan hal tersebut, misalnya dengan program 7-1 (seven-one). Melalui program ini, Jokowi meyakinkan bahwa ia dan Wakil Gubernur-nya, Basuki Tjahaja Purnama akan lebih banyak bekerja di lapangan daripada di ruang kantor dengan perbandingan tujuh berbanding satu jam.
"Ini bagus dalam merubah sistem birokrasi. Jadinya Pemprov jangan hanya menunggu keluhan tapi harus jemput bola," katanya. Pola ini diharap mampu menyelesaikan problematika Jakarta lebih mendalam agar bisa dicari penyelesaiannnya.
Yayat menilai image 'merakyat' sudah melekat dalam diri Jokowi. Untuk itu, Jokowi tidak perlu mengikuti gaya para pemimpin yang cenderung berdasar pada aturan protokoler. Malah, Jokowi disarankan menambah kesan 'merakyat'nya dengan berbagai terobosan.
Gebrakan Jokowi sudah dinanti banyak warga Jakarta. Untuk itu sudah semestinya Mantan Wali Kota Solo tersebut memberi bukti nyata dalam waktu dekat. "Kalau dalam 100 hari tidak ada gebrakan, rakyat yang tadinya mendukung bisa berbalik menjatuhkan," katanya. Banyak permasalahan yang menjadi 'PR' Jokowi. Diantaranya kemacetan, sistem transportasi, penanganan kawasan kumuh, keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL), dan kebakaran.