REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Pemberian grasi pada gembong narkoba dibenarkan pihak istana. Juru bicara presiden, Julian Aldrin Pasha, mengatakan pemberian grasi itu menjadi kewenangan Presiden.
“Benar bahwa RI-1 (Presiden) memberikan grasi itu,” katanya saat ditemui di Bina Graha, Jumat (12/10). Ia menegaskan pemberian grasi itu bukan sembarangan dilakukan. Selain karena menjadi kewenangan presiden, pemberian grasi juga berpedoman pada Pasal 14 UUD 1945.
Belum lagi prosedur pemberian grasi pun dilakukan dengan tahapan yang panjang dan masukan dari lembaga hukum seperti Mahkamah Agung (MA), Kejaksaan Agung, Menko Polhukam, dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
“Selain pertimbangan konstitusi itu, juga ada unsur kemanusiaan yang dipertimbangkan oleh RI-1 dalam mengabulkan permohonan grasi dari hukuman mati menjadi penjara seumur hidup,’ katanya.
Ditegaskan Julian, meski hukumannya diperingan bukan berarti yang bersangkutan bebas tetapi tetap harus menjalani hukuman. Presiden SBY sendiri sebenarnya tidak terlalu sepakat dengan adanya hukuman mati, sehingga hukuman tersebut pun dibatalkan dengan pemberian grasi.
“Hukuman mati terhadap seseorang itu urusan Tuhan-lah untuk menjatuhkan,” katanya. Hal ini juga diperjuangkan dan menjadi dasar pemerintah terhadap WNI yang mendapatkan hukuman mati di negara-negara sahabat.
“Banyak surat-surat permohonan peringanan hukuman mati yang Presiden kirimkan kepada raja dan pimpinan negara sahabat. Banyak yang mendapatkan grasi atas pidana mati, pengurangan masa hukuman penjara, dan dibebaskan,” katanya.