Selasa 09 Oct 2012 16:35 WIB

Kejakgung Tindaklanjuti Pidato SBY

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Dewi Mardiani
Wakil Jaksa Agung, Darmono.
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Wakil Jaksa Agung, Darmono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) menindaklanjuti pidato SBY terkait penanganan perkara korupsi simulator SIM Korlantas Polri. Lima berkas perkara yang pernah diteliti Kejakgung sudah dikembalikan ke Polri.

Wakil Jaksa Agung, Darmono, menyatakan Kejaksaan akan taat asas sejalan dengan amanat Presiden. Dalam pidatonya, Presiden menginginkan kasus simulator ditangani sepenuhnya oleh KPK.

Pihaknya akan membahas mekanisme pelimpahan berkas kasus korupsi simulator SIM dari Kepolisian RI. "Mekanisme dibahas internal dulu," kata Darmono, di Jakarta, Selasa (9/10).

Pernyataan ini adalah tanggapan atas pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai penyelesaian polemik Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Kejaksaan sudah meneliti berkas lima tersangka versi polisi dalam kasus senilai Rp 196 miliar itu.

Sejak pertengahan September 2012, penyidik Badan Reserse Kriminal mengirim berkas perkara, walau kemudian dikembalikan karena tidak menyertakan kerugian negara dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Lima tersangka yang diklaim Polri, antara lain pejabat pembuat komitmen, Brigadir Jenderal Didik Purnomo; panitia lelang, Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan; Bendahara Korlantas Komisaris Legimo; Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Budi Susanto; dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo Bambang.

Presiden dalam pidatonya menyampaikan lima poin. Pertama, penanganan hukum dugaan korupsi simulator SIM yang melibatkan Djoko agar ditangani KPK dan tidak pecah. Kedua, Polri tidak tepat secara waktu dan cara untuk melakukan proses hukum terhadap Komisaris Novel Baswedan, penyidik KPK, yang dituding menganiaya enam tersangka pencuri burung walet di Bengkulu.

Ketiga, perselisihan mengenai waktu penugasan penyidik Polri yang bertugas di KPK perlu diatur kembali dan akan dituangkan dalam peraturan pemerintah. Keempat, rencana revisi Undang-Undang KPK juga dinilai kurang tepat waktunya, lebih baik ditingkatkan sinergi dan intensitas semua upaya pemberantasan korupsi. Kelima, KPK dan Polri diminta untuk memperbarui nota kesepahaman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement