Ahad 07 Oct 2012 00:46 WIB

Hatta: Perlu Penataan Ulang Kontrak Pertambangan

Hatta Radjasa
Foto: Antara
Hatta Radjasa

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menilai sangat perlu dilakukan penataan ulang dalam hal kontrak-kontrak investor pertambangan yang ada di Indonesia.

Di sela-sela menjadi pembicara pada seminar nasional di Surabaya, Sabtu, Ketua umum DPP PAN tersebut mengemukakan bahwa pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya mineral sudah sangat mendesak untuk dilakukan penataan kembali, demi mencapai sebuah hasil yang adil.

"Sekarang inilah menata ulang kontrak investor pertambangan yang telah mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia," ujarnya pada seminar bertema "Sumber Daya Alam untuk Rakyat, Optimalisasi Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Kemajuan Daerah dan Pembangunan Berkelanjutan" itu.

Alasannya, kata dia, sistem pengelolaan sumber daya alam selama ini dianggap hanya menguntungkan pemodal besar, namun merugikan negara, apalagi masyarakat di negeri ini.

"Semisal, investor yang memiliki puluhan ribu hektare kawasan hutan dengan tidak melibatkan penduduk setempat. Atau ada contoh lagi, kontrak karya investor bidang minyak dan gas yang mencapai 30-40 tahun. Ini kan tidak adil bagi masyarakat," ujar mantan Menteri Sekretaris Negara tersebut.

Karena itulah, pihaknya meminta agar pada 2014 ke atas tidak boleh ada sumber daya alam yang diambil dari Indonesia dan dibawa ke luar negeri. Ia berpendapat, sudah bukan saatnya negeri ini hanya memasok bahan mentah, namun pihak luar negeri yang mengelola serta membangun industrinya.

"Semua harus diubah, jangan hanya jadi penonton saja seperti ini. Bangsa ini harus memiliki peran besar menghadapi persoalan ini," kata Hatta Rajasa.

Sementara itu, Wakil Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Widjanarko mengatakan, peran pemerintah pusat dan daerah dalam bidang eksplorasi maupun eksploitasi sumber daya mineral sejak dulu kalah dominan dibandingkan swasta.

"Dominasi asing itu terjadi karena sejak masa Orde Baru, Indonesia Participating (IP) kurang dimanfaatkan. Pemerintah daerah umumnya kurang siap dengan risiko teknologi dan permodalan, sehingga membiarkan investor luar negeri masuk," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement