REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim, Agus Purnomo mengatakan, lembaga yang menaungi masalah Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+) segera dibentuk.
"Akan dibentuk bulan ini. Nantinya lembaganya seperti organisasi hibrida, ada bank dan pengukurannya," ujar Agus usai acara peluncuran buku 'Menjaga Hutan Kita: Pro Kontra Kebijakan Moratorium Hutan dan Gambut', di Jakarta, Senin (1/10).
Menurut dia, lembaga itu nantinya yang akan menyimpan dana dan memeriksa, menagih serta membayarkannya. Jika lembaga tersebut sudah dibentuk, kata dia, maka dana kompensasi REDD sebesar satu miliar dolar Amerika Serikat itu, bisa diraih.
"Di Kalimantan Tengah sudah dilakukan uji coba selama setahun dan akan ada peninjuan atas izin-izin yang telah dikeluarkan," kata dia.
Dalam meraih dana tersebut, kata dia, masyarakat maupun perusahaan dapat berpartisipasi asalkan berkomitmen untuk mengurangi emisi. "Berapa emisi yang dikurangi bisa diukur, dan bagi perusahaan yang turut berpartisipasi dalam pengurangan emisi akan mendapatkan dananya," tambah lelaki yang akrab disapa Pungki itu.
Begitu juga masyarakat yang ada di kawasan hutan, yang menjaga hutan dan berupaya mengurangi emisi. "Di Indonesia 75 persen hingga 80 persen emisi gas rumah kaca berasal dari alih guna lahan dan hutan. Berbeda dengan negara maju, yang banyak berasal dari transportasi," katanya.
Dari satu miliar dolar Amerika Serikat yang ditawarkan oleh Norwegia, kata Pungki, Indonesia baru berhasil meraup dana 30 juta dolar Amerika Serikat.