Senin 01 Oct 2012 13:10 WIB

Pendukung Prabowo Gugat UU Pilpres

Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Foto: Antara/Basri Marzuki
Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak tiga anggota DPP Partai Gerindra dan pendukung Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden 2014-2019 mendaftarkan pengujian UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden di Mahkamah Konstitusi.

Ketiga pendukung Prabowo tersebut adalah Habiburokhman, Adhe Dwi Kurnia dan M Said Bakhri menguji Pasal 9 UU Pilpres yang mensyaratkan pasangan capres-cawapres hanya bisa diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara sah secara nasional.

"Ini kegelisahan kami sebagai warga negara jika ambang batas presiden masih 20 persen atau 25 persen, poltik hanya dikuasai oleh partai-partai itu saja," kata salah satu pemohon, Habiburokman, usai mendafatar di MK Jakarta, Senin (1/10).

Menurut dia, syarat dalam Pasal 9 UU Pilpres ini bertentangan dengan Pasal 6 (a) ayat (1) UUD 1945 yang sama sekali tidak membuat pembatasan berapa batas kursi minimal dan perolehan suara minimal bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mengajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.

"Jika mengacu UUD 1945 syarat pengajuan calon presiden dan calon wakil presiden hanyalah calon tersebut diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan Pilpres," kata Habib.

Putusan MK

Dia mengatakan bahwa MK telah memutuskan syarat partai politik untuk menjadi peserta pemilu berikutnya haruslah memenuhi ambang batas perolehan (parliamentary treshold/PT) suara DPR sebesar 3,5 persen.

"Dengan demikian sangat tepat jika syarat bagi partai politik dan gabungan partai politik untuk dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden adalah sama dengan PT suara DPR yaitu 3,5 persen," kata Habib.

Dia mengatakan bahwa frasa 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam Pasal UU Pilpres telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil (fair legal uncertainty).

"Kami minta MK menafsirkan bahwa presiden treshold tepat jika sama dengan parliamentary treshold sebesar 3,5 persen," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement