Ahad 30 Sep 2012 08:32 WIB

Berantas DBD Lewat Beternak Nyamuk

Ilustrasi nyamuk
Foto: Reuters
Ilustrasi nyamuk

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jika telur yang mengapung di atas air bening itu pecah dan keluarlah larva-larva nyamuk Aedes aegypti, maka segeralah para jentik ini akan mengubah diri menjadi berbentuk pupa (kepompong) dan sedang bersiap ke fase berikutnya menjadi bayi nyamuk yang belajar terbang.

Namun sebelum pupa-pupa itu sobek dan keluar nyamuk, mereka harus langsung disaring dengan saringan tepung. Pupa jantan karena ukurannya lebih kecil lolos dan jatuh ke wadah di bawahnya. Sedangkan, pupa betina tetap berada di saringan dan dipisahkan untuk dikembangbiakkan lagi.

Peneliti Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Ali Rahayu, yang selalu sibuk beternak nyamuk itu kemudian memindahkan nyamuk-nyamuk yang telah dipisahkan itu ke kandang masing-masing. Kandang nyamuk terbuat dari aluminium dilapisi kasa buatannya sendiri.

Di dalam kandang nyamuk jantan, Ali Rahayu memasukkan makanan berupa albumin putih telur dan sukrosa (gula). Sedangkan di kandang nyamuk betina, dia memasukkan darah sapi dalam kulit sosis atau marmut hidup. Itu karena nyamuk betina merupakan pemakan darah sebagai penumbuh telur-telurnya.

Di kandang berisi 25 nyamuk betina, para jantan juga dimasukkan untuk kawin dengan mereka. Kemudian para nyamuk betina itu masing-masing bertelur sedikitnya 100 butir. Sehingga dalam dua minggu saja di kandang tersebut, ada sedikitnya 2.500 nyamuk.

Dua pekan berikutnya jumlahnya semakin berlipat-lipat. Untuk kandang kecil ukuran 30cm x 30cm, isinya bisa 1.000 ekor nyamuk. Sedangkan, kandang yang terbesar 80cm x 100cm isinya bisa 10.000-20.000 nyamuk.

Pupa-pupa yang didapat pun kembali disaring, dipisahkan antara yang jantan dan betina, kembali diternakkan.

Berbeda dengan kandang betina, para pejantan yang sedang tumbuh itu dimasukkan ke botol-botol plastik untuk diradiasi dengan sinar gamma dari unsur Cobalt sebesar 70 Gy. Ratusan botol yang setiap botolnya berisi sekitar 50-100 nyamuk dibariskan dalam sekali penyinaran.

Hasilnya adalah nyamuk-nyamuk jantan yang mandul dan siap didistribusikan ke lapangan. Nyamuk jantan mandul yang disebar di setiap rumah haruslah sembilan kali dari jumlah nyamuk di lapangan.

"Kalau populasi nyamuk di suatu rumah adalah lima ekor, maka di rumah itu akan disebar nyamuk mandul sembilan kalinya yakni 45 nyamuk. Ini dilakukan agar para pejantan mandul mampu bersaing dengan nyamuk jantan perkasa di lapangan," kata Ali Rahayu.

Dengan Teknik Serangga Mandul (TSM) ini, ujar Ali Rahayu, ratusan telur yang dikeluarkan para nyamuk betina tidak dapat menetas menjadi larva nyamuk. Efek berkurangnya jumlah nyamuk secara signifikan terasa setelah sebulan pelepasan nyamuk mandul.

''Jika beberapa generasi berturut-turut dilepaskan nyamuk jantan mandul dengan patokan dalam setahun dua kali pelepasan, maka populasi nyamuk di lokasi tersebut akan terus menurun sampai angka nol,'' tambahnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement