REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Polemik seputar revisi UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus bergulis. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyatakan orang-orang yang mengajukan revisi UU KPK tidak punya pemahaman yang benar mengenai semangat reformasi.
"Padahal salah satu semangat reformasi adalah pemberantasan korupsi harus tuntas, kalau tidak tuntas maka bertentangan dengan elan semangat reformasi itu sendiri," ungkap Bambang di gedung KPK Jakarta, Selasa (25/9) malam.
Bambang juga menegaskan menurut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Melawan Korupsi pada 2003 yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia disebutkan bahwa badan antikorupsi tidak diintervensi. Menurut hasil penilaian internasional pun, imbuh Bambang, KPK perlu jadi badan rujukan dan tidak boleh ada ketentuan yang mendelitigimasi KPK.
"Jadi bila ada ketentuan yang dibuat untuk mendelitigimasi KPK maka hal itu melawan hukum internasional," jelas Bambang.
Permasalahan mengenai revisi UU KPK mencuat karena saat ini Komisi Hukum DPR segera akan merevisi UU KPK No 30 tahun 2002, mereka sudah menyiapkan 'draft' rancangan revisi dan menyerahkannya kepada Badan Legislasi DPR.
Sejumlah hal dalam 'draft' itu dikhawatirkan dapat melumpuhkan kewenangan KPK, antara lain adalah pembentukan Dewan Pengawas KPK yang ditunjuk DPR, pengembalian fungsi penuntutan KPK ke Kejaksaan Agung, penyadapan harus dengan persetujuan pengadilan dan pemberian kewenangan penghentian perkara melalui surat perintah penghentian penyidikan.