REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Orang hendaknya lebih ketat mengawasi kegiatan anak-anak remajanya agar tidak terjerembab dalam aktivitas terorisme. Pengamat terorisme Mardigu Wowiek Prasantyo mengatakan, jaringan teroris kini makin menyasar anak-anak muda untuk menjadi obyek perekrutan aktivitas mereka.\ “Usia remaja yang direkrut antara 15 sampai 25 tahun,” kata Mardigu kepada ROL.
Menurut Mardigu, alasan jaringan teroris membidik kaum remaja untuk memperbanyak anggota mereka lantaran pada usia itulah seseorang sangat mudah diberikan dogma, terutama yang menyangkut keagamaan. Hal yang lebih berbahaya, kata dia, pendekatan yang dilakukan para teroris saat ini sangatlah sederhana dan tidak tertutup. Jaringan teroris akan masuk kepada kegiatan-kegiatan para pelajar di sekolah menengah dan mahasiswa dengan cara mengajak diskusi soal keyakinan. “Misalnya anak-anak remaja itu ditantang untuk bisa membuktikan keabsahan Alquran,” kata Mardigu.
Anak-anak remaja yang tidak bisa memberikan jawaban terhadap tema diskusi, Mardigu melanjutkan, maka akan diberikan dogma awal berupa pengetahuan mengenai tema diskusi. “Inilah tahapan pertama perekrutan calon teroris.”
Mardigu melanjutkan, setelah ada keminatan yang diperlihatkan sasarannya, para penyebar dogma kemudian akan memindahkan lokasi pembelajaran ke daerah khusus. Di tempat khusus itulah para remaja yang akan direkrut diminta menjalani sumpah setia (baiat). Tahapan baiat disebut Mardigu merupakan tahap ketiga perekrutan calon teroris.
Pada level tersebut, kata dia, para anggota baru diwajibkan untuk menyebarkan kepercayaan yang telah didapat sekaligus melakukan perekrutan kembali dengan mengajak remaja lainnya. Mereka yang berhasil mengajak orang lain bergabung, kata Mardigu, akan menjalankan tugas selanjutnya yaitu mencari dana untuk setiap kegiatan mereka. “Tahap berikutnya barulah mulai diajarkan menggunakan senjata atau merakit bahan peledak,” kata Mardigu.
Dengan pola perekrutan teroris yang makin mengarah kepada remaja dan kaum terdidik, Mardigu mengimbau agar para remaja tidak mudah terpengaruh terhadap ajakan-ajakan yang mengarah pada pendogmaan pandangan tertentu. Orang tua juga harus optimal mengawasi anak-anak mereka agar tidak mempelajari agama dengan cara pandang yang salah.