REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI resmi mendaftarkan uji materi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPR, dan DPRD (MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (14/9). Selain MD3, DPD juga menyertakan UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3).
Wakil Ketua DPD RI, Laode Ida mengatakan, pengajuan uji materi tersebut sebagai upaya untuk mengembalikan posisi dan peran DPD. "Kami ingin meminta MK untuk memberikan penafsiran terkait kewenangan DPD dalam menyusun UU," kata dia saat melakukan temu wartawan usai mendaftarkan uji materi.
Ketua Tim Kuasa Hukum DPD, Todung Mulya Lubis, menambahkan, dua UU tersebut malah menunjukkan anomali konstitusional. Hal itu lantaran DPR dan DPD memiliki hak yang sama dalam menentukan legislasi.
Peranan tersebut, lanjut dia, memiliki pertentangan dengan Pasal 22d ayat (1) UUD 1945 yang malah memberikan kewenangan konstitusional kepada DPD untuk mengajukan rancangan undang-undang.
Tak hanya itu, Todung juga menganggap dengan adanya aturan tersebut, kewenangan DPD dengan sendirinya menjadi dikerdilkan. Pengerdilan tersebut, kata dia, malah merusak tatanan kewarganegaraan.
Karena itu, pihaknya merasa pengajuan materi terhadap dua UU tersebut harus dilakukan setelah tidak adanya political will untuk memberikan kewenangan kepada DPD untuk turut serta merancang UU sesuai amanat konstitusi. "Jadi harus diluruskan," kata Todung.
DPD, menurut Todung seharusnya memiliki kesetaraan. Kewenangan tersebut, sambung dia, bukan untuk mengambil alih hak dan kewenangan DPR RI. "Tapi itu menjadi basis fungsi DPD," ujarnya. Todung berharap, MK segera menjadwalkan persidangan. Hal itu karena penyelesaian masalah dapat segera terlihat dan mendapat jalan keluar.
Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) yang juga Ketua Litigasi DPD, I Wayan Sudirta mengatakan, terdapat tiga substansi yang menjadi persoalan. Pertama dalam hal keikutsertaan dan pembahasan DPR terhadap Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Kedua menyangkut RUU dari DPD yang hingga saat ini tidak ada tindak lanjut. "Juga dalam UU dilakukan harmonisasi terlebih dahulu oleh Baleg," kata dia.
Terakhir, ungkap Wayan, tidak diikutsertakannya DPD dalam sejumlah pembahasan RUU, seperti UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum juga menjadi substansi persoalan.
Karena itu, Wayan berharap agar MK dapat memberikan penjelasan dan tafsiran akan kewenangan DPD untuk dapat mengajukan RUU. Dalam batu uji yang dibawa, DPD menganggap UU MD3 dan UU P3 bertentangan dengan Pasal 22D ayat (1), (2), dan Pasal 20 ayat (2) UUD 1945.