REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi IX DPR mempertanyakan kinerja Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) dalam menyelesaikan pemerasan yang kerap terjadi di Terminal IV Bandara Soekarno-Hatta.
Dalam rapat kerja Komisi IX DPR dengan BNP2TKI, Kamis (13/9), anggota Fraksi PKS Anshori Siregar mengatakan, banyak TKI yang melapor tentang seramnya berurusan dengan Terminal IV. Yang terbaru, saat mereka kunjungan kerja ke Argentina beberapa waktu lalu, sejumlah 150 pelaut di sana takut pulang ke Indonesia karena takut diperas di terminal itu.
Hal senada disampaikan anggota dari Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka yang menyatakan banyak menerima laporan soal permainan di terminal itu, seperti masalah layanan travel yang terlalu mahal, penukaran uang valas yang dipaksa dan dengan harga murah, penjualan pulsa yang harganya juga di-mark-up besar-besaran, dan lain sebagainya.
Rieke mempermasalahkan keputusan untuk menutup terminal itu dari akses publik. Apa penutupan terminal dari akses publik menyelesaikan masalah premanisme? Harusnya premanismenya yang diberantas, bukan TKI dijauhkan dari jangkauan publik, ujarnya.
Menjawab berbagai pertanyaan dewan, Jumhur mengaku bahwa permasalahan itu memang masih ada dan muncul. Dia mengakui bahwa banyak TKI yang emosional ketika dipaksa untuk pulang melewati terminal itu.
Menurut Jumhur, kebijakan untuk membuat Terminal IV itu telah dibuat sejak Kemenakertrans di zaman Fahmi Idris. Karena ini kebijakan menteri, tak mungkin kami mengubah. Jadi, itu wilayah Kemenakertrans, kata Jumhur.