REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Korupsi tidak hanya menyinggung soal adanya kesempatan dan kerja sama dengan pihak-pihak terkait. Namun, yang juga tidak kalah penting adalah, adanya relasi yang kuat antara korupsi dengan kemiskinan.
Perspektif itulah yang disampaikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto pada orasi ilmiah peringatan Dies Natalis ke-56 Universitas Andalas dengan tema 'Peran Strategis Perguruan Tinggi Dalam Percepatan Pemberantasan Korupsi'.
"Korupsi dipastikan akan menciptakan biaya ekonomi tinggi sehingga biaya jasa dan pelayanan publik menjadi mahal dan semakin tidak terjangkau oleh masyarakat miskin," kata dia, di Padang, Kamis (13/9).
Biaya ekonomi tinggi tersebut, dinilai dia, membuat masyarakat miskin semakin sulit mendapatkan akses untuk bertahan hidup dan membiayai hidup yang layak sehingga derajat kualitas kehidupannya semakin turun.
"Biaya ekonomi tinggi juga akan menyebabkan kemampuan pemerintah untuk memberantas kemiskinan semakin terbatas, baik dari segi jumlah serta kualitas pelayanan," kata dia.
Karena itu, kata dia, perlu disadari, kerugian yang muncul akibat korupsi bukan sebatas kerugian uang negara, namun ada dampak lain yang jauh lebih dahsyat.
Ia menyebutkan, sejak 2004 hingga 2011 KPK telah menerima 51.540 pengaduan tentang korupsi. Jumlah aset negara yang berhasil diselamatkan pada 2009-2011 mencapai Rp 2,8 triliun.
Pada bagian lain, dia mengatakan, korupsi yang bersekutu dengan sistem yang demokratis akan menciptakan kepemimpinan yang koruptif, kolusif dan nepotistik.
Akibatnya, kepercayaan rakyat pada pemimpin yang korup akan hilang dan kekuasaan akan dibajak oleh korporasi, kata dia. Oleh sebab itu, kata dia, dibutuhkan visi yang jauh ke depan untuk membangun gerakan antikorupsi mengingat pemberantasan korupsi tidak akan berhasil dan optimal jika dilakukan secara parsial dan bersifat jangka pendek.