REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ekonom senior dari Universitas Indonesia (UI) Anwar Nasution menilai perekonomian Indonesia saat ini tidak berbeda jauh dari zaman penjajahan Belanda.
Sebagai catatan, ratusan tahun silam negeri kincir angin itu menjajah perekonomian Indonesia melalui perusahaan dagangnya yakni Veerenidge Ost Compagnie (VOC). Pendapat ini dikemukakannya dalam sebuah diskusi bertajuk Food Prices: How Trade Impacts Prices for Consumers and Producers di @america, Pacific Place, Jakarta, Kamis (13/9).
Menurut Anwar, pertumbuhan ekonomi tanah air yang dalam beberapa tahun terakhir berada di kisaran enam persen tak lepas dari tingginya pertumbuhan ekonomi dua negara besar di Asia yakni Cina dan India. Sebagai gambaran, kedua negara tersebut dalam beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan ekonomi hingga double digit.
"Perekonomian yang tumbuh membutuhkan bahan baku yang melimpah," tutur Anwar.
Kenyataan ini, lanjut Anwar, berimplikasi pada Indonesia. Nilai ekspor Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ke kedua negara itu mengalami peningkatan. Khususnya minyak kelapa sawit (CPO) serta batu bara.
"Pada zaman Belanda yang membedakan adalah komoditas unggulan saat itu adalah karet dan cengkeh,"kata Anwar. Di sisi lain, lanjut Anwar, tanah air menjadi pasar produksi barang-barang dari kedua negara tersebut. Terlihat dari maraknya produksi Cina maupun India yang membanjiri pasar dalam negeri.
Ke depannya, Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini menilai ke depannya ekspor bahan baku seperti itu harus dikurangi secara drastis. Pengolahan bahan baku di dalam negeri, lanjut Anwar, mutlak dilakukan.
Anwar kemudian mengambil contoh dari negeri jiran Malaysia yang mengimpor kelapa sawit dari tanah air. Kemudian, Malaysia mengolahnya dan setelah itu mengekspornya ke manca negara.
"Inilah yang membuat nilai bahan baku akan meningkat."