Selasa 11 Sep 2012 14:15 WIB

DPR: Sertifikasi Ustadz-Ulama Bukti Pemerintah Panik

Rep: M Akbar Wijaya/ Red: Dewi Mardiani
jazuli juwaini
Foto: istimewa
jazuli juwaini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR menilai wacana sertifikasi bagi para ustadz (guru agama) dan ulama tidak akan menyelesaikan problem terorisme. Sebaliknya, wacana itu malah menunjukan kepanikan dan ketidakmampuan pemerintah mengatasi persoalan terorisme.

"Ini tidak memiliki dasar. Tidak solutif. Terkesan panik," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Jazuli, di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/9).

Jazuli mendengar wacana sertifikasi bagi para ustadz muncul dari pihak BNPT. BNPT ingin menerapkan kodisi yang terjadi di Arab Saudi. Di sana para ustadz dan ulama berada di bawah kontrol pemerintah. Mereka dilarang mengajarkan tafsir agama yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah.

Menurut Jazuli ini terjadi karena pemerintah Arab Saudi menggaji langsung para ustadz dan ulama dengan bayaran tinggi. "Ustadz biasa digaji 5.000 riyal, sedangkan ustadz Masjidil Haram 50 ribu real perbulan," katanya.

Kondisi di Indonesia berbeda dengan di Arab Saudi. Di sini ustadz dan ulama menempati posisi yang unik dalam struktur sosial masyarakat. Mereka dihormati dan didengar petuah-petuahnya tanpa mesti memiliki latar belakang ilmu formal. Gelar ustadz dan ulama lahir secara naluriah dari masyarakat yang merasakan langsung manfaat mempelajari ilmu agama. "Bukan pelabelan dari pemerintah," ujarnya.

Menurut Jazuli akar permasalahan terorisme bukan terletak pada guru-guru agama, melainkan pada problem sosial ekonomi masyarakat. Logikanya, bila masyarakat sejahtera secara ekonomi mereka akan mampu mengakses pendidikan yang lebih baik. Lewat pendidikan akal seseorang akal pikiran seseorang akan lebih dialektis menerima informasi, termasuk paham radikal.

"Harus dikaji secara mendalam apa akar persoalan dari terorisme," katanya. Terorisme tidak mesti diidentikan dengan kelompok agama tertentu. Kebanyakan aksi terorisme bersifat kasuistik tergantung pada problem yang dihadapi masyarakat di masing-masing negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement