Ahad 09 Sep 2012 18:04 WIB

Mata Air Kering, Warga Konsumsi Air Sawah

Rep: Rachmita Virdani/ Red: Dewi Mardiani
kekeringan - ilustrasi
kekeringan - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, NGAMPRAH -- Musim kemarau berkepanjangan sejak beberapa bulan lalu saat ini telah berdampak pada ratusan warga RW 01, Kampung Cikamuning, Desa Tagog Apu, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Warga tersebut mengaku dilanda krisis air parah karena mengeringnya sumber air di daerah tersebut. Tidak sedikit pula warga yang akhirnya terpaksa mengkonsumsi air sawah untuk kebutuhan minum dan memasak sehari-hari.

Menurut salah satu warga, Farida, untuk kebutuhan rumah tangga sekarang warga lebih mengandalkan air sawah yang dialirkan dengan menggunakan selang kecil dan kemudian ditampung di sebuah bak. "Butuh waktu sehari penuh, biar bak itu penuh karena airnya dibagi-bagi sekampung. Makanya saya harus menghemat persediaan air ini," katanya, Minggu (9/8).

Ia menjelaskan bahwa pengaliran air dari sawah dilakukan secara swadaya bersama warga lainnya. Bahkan, agar tiap rumah dapat kebagian air, warga diminta untuk merogoh kocek sebesar Rp 200 ribu per kepala keluarga (KK).

Lilis, salah seorang warga lainnya mengatakan sudah sejak empat bulan lalu warga daerah Cikamuning mulai mengkonsumsi air sawah. Sebenarnya, kata dia, untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga bisa saja menuju mata air Cikaci namun harus dengan perjuangan keras.

Warga biasanya berbondong-bondong mendatangi mata air yang berjarak dua kilometer dari kampung tersebut dengan membawa ember atau jerigen untuk menampung air dan membawanya pulang ke rumah. "Tapi sejak musim kemarau, sumber mata air itu sudah tak mengalir lagi. Sungai pun mulai kering. Tempatnya juga jauh," katanya.

Dijelaskannya, sejak puluhan tahun lalu warga yang berada di wilayah penambangan batu Padalarang selalu mengandalkan mata air Tarengtong sebagai sumber mata air utama warga Cikamuning.  Mata air tersebut biasanya digunakan warga untuk berbagai kebutuhan mulai dari mencuci, mandi hingga memasak (MCK).

Namun sejak musim kemarau melanda sekitar empat bulan lalu, mata air Tarenggong tak mampu menyediakan air lagi. Warga pun, akhirnya mengandalkan air sungai Cimeta yang berjarak sekitar 1,5 kilometer dari kampung tersebut. "Tapi karena musim kemarau yang panjang seperti ini, sungai itu pun menjadi kering. Warga akhirnya mengandalkan air dari sawah," kata Cecep, warga lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement