REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Sejak aktivitas Gunung Anak Krakatau (GAK) di Selat Sunda mulai 'batuk-batuk' pekan lalu, hingga Ahad (9/9), Pos Pemantau GAK di Lampung, belum bisa memantau perkembangan GAK. Alat seismograf yang berada di lokasi gunung masih dalam kondisi rusak.
"Kami belum bisa memantau secara langsung, alat yang terpasang di sekitar Krakatau belum diperbaiki," kata Kepala Pos Pemantau GAK di Lampung Selatan, Andi Suardi. Kerusakan alat seismograf sudah terjadi saat GAK menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanik sejak Ahad petang pekan lalu.
Menurut dia, petugas di Pos Pemantau GAK yang berlokasi di Desa Hargo Pancuran, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, juga tidak bisa memantau GAK secara langsung karena kondisi gunung tertutup kabut. Ia mengatakan GAK masih dapat memantau GAK di pos pemantau yang terletak di Anyer, Banten.
Kondisi GAK hingga Ahad pagi, menurut Andi, terjadi penurunan letusan dan gempa vulkanik, tidak seperti pada Ahad sepekan lalu. Kendati demikian, status GAK masih level waspada, dan warga, nelayan, dan wisatawan masih dilarang mendekat dalam radius dua kilometer. "Statusnya belum berubah masih waspada," ucapnya.
Sepekan GAK berfluktuatif vulkanik, debu vulkanik yang menjulang ke langit puluhan kilometer tersebut, membuat lingkungan kota Bandar Lampung, yang berjarak lebih kurang 250 kilometer, terjadi hujan debu abu vulkanik GAK.
Meski Kepala Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (BVMBG) Kemen ESDM, Surono, hujan debu tersebut bukan berasal dari GAK, namun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Dinas Kesehatan Lampung, menyatakan debu tersebut berasal dari GAK yang dibawa angin setelah meneliti laboratoriun sampel debu.
Warga Kalianda, Pulau Sebesi dan penghuni pulau sekitar GAK di Selat Sunda, memang tidak ada keluhan sedikitpun terhadap debu vulkanik GAK yang batuk tersebut. "Belum ada laporan dari warga sekitar gunung soal debu itu," ujar Andi.
Bila daerah jauh saja terkena debu abu vulkanik, menurut dia, warga sekitar yang lebih dekat seharusnya lebih parah. Namun, saat ini kondisi kegempaan dan letusan vulkanik gunung berapi yang sudah pernah meletus tahun 1883 silam, sudah normal kembali.