REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton Selasa (4/9) membahas sejumlah isu.
Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa menyampaikan dalam pertemuan selama kurang lebih 45 menit itu sempat menyinggung persoalan Laut Cina Selatan, Suriah, Iran, hingga Semenanjung Korea.
Amerika Serikat, lanjutnya, kembali menegaskan perannya dalam persoalan Laut Cina Selatan. "Dalam masalah ini, Amerika Serikat mendorong adanya court of conduct dan penekanan agar masalah ini dapat dikelola dengan baik,” katanya saat memberikan keterangan pers di Kantor Presiden, Selasa (4/9). Terlebih lagi, sebentar lagi akan digelar KTT ASEAN dan Asia Timur di Pnom Phen pada November 2012.
Clinton pun sempat menyinggung persoalan di Suriah. Ia beranggapan Indonesia telah menunjukkan sikap yang konsisten mengenai persoalan tersebut. Yakni penekanan perlunya segera diakhiri konflik di Suriah yang menimbulkan korban di kalangan masyarakat sipil.
Amerika Serikat menyampaikan keprihatinannya bahwa di Suriah bisa terus berkembang sedemikian rupa sehingga menciptakan ketidakstabilan di kawasan Timur Tengah. “Dalam kaitan ini, Bapak Presiden kembali menekankan antara lain betapa pentingnya kesatuan pandangan DK PBB untuk bisa memastikan dicapainya perdamaian atau diakhirinya konflik di Suriah,” katanya.
Persoalan Iran juga sempat mencuat. Terutama berkaitan dengan penggunaan energi nuklir. Disebutkan, energi nuklir untuk maksud-maksud damai adalah sesuatu yang memang harus dihargai dan dihormati.
"Namun, Iran, seperti halnya negara lain juga, perlu mematuhi segala kewajibannya yang menyangkut nonproliferasi senjata nuklir,” kata Marty.
Selain itu, Clinton juga sempat membahas perkembangan di semenjung Korea.
“Menlu Clinton menanyakan pandangan Presiden RI tentang perkembangan di Korea. Kedua belah pihak juga bertukar pandangan tentang situasi di Korea Utara sendiri,” katanya.