Senin 03 Sep 2012 22:54 WIB

Din: Perlu Dialog Soal Perbedaan Penafsiran Ajaran Agama

Sejumlah massa menyaksikan puing pemukiman warga Syiah yang dibakar, di Desa Karanggayam, Omben, Sampang, Jawa Timur, Ahad (26/8).
Foto: Antara/Saiful Bahri
Sejumlah massa menyaksikan puing pemukiman warga Syiah yang dibakar, di Desa Karanggayam, Omben, Sampang, Jawa Timur, Ahad (26/8).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Perbedaan penafsiran atau pemahaman ajaran agama perlu didialogkan antarpihak yang berselisih yang dimediasi oleh pemerintah, kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin. "Peran pemerintah sebagai mediator dalam dialog tersebut sangat penting untuk mencegah perbedaan atau perselisihan itu berkembang menjadi tindak kekerasan," katanya di Yogyakarta, Senin (3/9).

Dalam mediasi itu, menurut dia, perlu melibatkan tokoh-tokoh kelompok yang berselisih. Selain itu, pemerintah juga perlu melibatkan tokoh-tokoh masyarakat setempat di mana perselisihan terjadi, karena mereka lebih memahami persoalan di daerahnya.

"Jadi, bukan mendatangkan tokoh-tokoh dari Jakarta yang tidak memahami persoalan. Lebih baik pemerintah menjadi mediator dialog yang melibatkan tokoh-tokoh kelompok yang berselisih dan tokoh-tokoh masyarakat setempat," katanya.

Namun, kata dia, jika dalam dialog tersebut tidak ada titik temu, maka berlaku hukum "bagimu keyakinan dan pemahamanmu dan bagiku keyakinan dan pemahamanku". "Dalam konteks itu, masing-masing pihak harus saling menghormati keyakinan dan pemahaman pihak lain dan tidak saling mengganggu," katanya.

Dengan demikian, menurut dia, jika terjadi pelanggaran mulai dari penghinaan sampai tindak kekerasan, maka harus diproses sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. "Perbedaan dalam pemahaman dan penafsiran ajaran agama adalah hal yang biasa. Namun, perbedaan itu hendaknya tidak menjadikan timbulnya perpecahan apalagi tindak kekerasan," kata Din.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement