REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengimbau agar laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai korupsi di Pemprov DKI tidak dipolitisir.
“Kalau melihat laporan resmi PPATK tersebut, sangat keliru jika dikatakan Pemprov DKI Jakarta terkorup. Data PPATK jangan dipolitisir untuk kepentingan tertentu,” ujar Kepala Bidang Informasi Publik Dinas Komunikasi, Informatika, dan Kehumasan Provinsi DKI Jakarta, Cucu Ahmad Kurnia, di Jakarta, Kamis (30/8).
Menurut dia, tudingan yang diarahkan kepada Pemprov DKI bertendensi menghancurkan kredibilitas Pemprov DKI Jakarta. "Angka 46 persen yang dilansir sejumlah media massa yang menyatakan Pemprov DKI Jakarta terkorup, tidaklah sesuai dengan laporan PPATK per Juni 2012," tegas dia.
Dalam Buletin Statistik PPATK Volume 28/Thn III/2012 yang terbit bulan Juni 2012 pada halaman 18 disebutkan bahwa berdasarkan hasil analisis, berdasarkan provinsi kejadian terlapor, sebagian besar ada di DKI Jakarta, yaitu sebesar 46,7 persen.
Selanjutnya, kategori terlapor sebagian besar adalah terlapor perorangan yaitu sebesar 94,0 persen, sedangkan terlapor perusahaan atau korporasi sebesar 6,0 persen.
Buletin resmi PPATK tersebut juga menyebutkan sebagian besar nominal transaksi adalah di bawah Rp 1 miliar, yaitu sebesar 60,8 persen. Dan nominal transaksi yang di atas Rp 5 miliar, atau sebesar 13,7 persen. "Ketua PPATK dengan tegas menyatakan transaksi mencurigakan di Jakarta yang dimaksud dalam laporan PPATK itu tidak disebutkan dilakukan oleh aparat Pemprov DKI," ungkapnya.