Kamis 30 Aug 2012 14:29 WIB

Tragedi Sampang Kompleks dan Dibingkai Keyakinan

Rep: Ahmad Reza Safitri/ Red: Djibril Muhammad
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Budi Susilo Soepandji
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Budi Susilo Soepandji

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Konflik horizontal yang terjadi di Sampang, Madura, dinilai Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Budi Susilo Soepandji, memiliki latar belakang yang kompleks. Menurutnya, banyak hal yang membuat persoalan semakin memanas, seperti ekonomi, persaudaraan, budaya, atau bahkan pemilihan kepala daerah.

Namun, lanjut dia, semua persoalan tersebut dibungkus dan dibesarkan atas nama keyakinan. "Masalah yang kompleks itu di-cover dengan masalah keyakinan," kata Budi saat ditemui usai acara halal bi halal bersama media massa di Kantor Lemhannas, Jakarta, Kamis (30/8).

Karena bingkai itulah yang pada akhirnya mengundang orang untuk mengerahkan kekuaran dengan semangat apapun. Budi mengingatkan agar permasalahan tersebut tidak kembali melebar menjadi sebuah ancaman.

Menurut dia, semua pihak terkait harus berpegangan pada Pancasila dalam menyelesaikan konflik. Selain itu, pihaknya juga berharap agar permasalahan Sampang hanya diselesaikan di Indonesia. Hal itu menyusul rencana Human Rights Working Group (HRWG) melaporkan kasus Sampang ke Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB.

Menurut dia, upaya penyelesaian seperti yang telah diinstruksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dapat menjadi jalan keluar. Karena itu, Mabes Polri dapat dengan segera menuntaskan kasus tersebut.

Lemhannas sendiri tidak bisa mencampuri permasalahan hukum, namun, kata Budi, pihaknya bisa turut serta dalam memberikan pembangunan nasionalisme dan karakter bangsa. "Pembekalan itu yang bisa dilakukan Lemhannas," katanya.

Dari kajian yang dilakukan Lemhannas, ketidakseragamannya struktur sosial di masyarakatlah yang menjadikan kerentanan konflik. Karena itu, Budi meminta kepada segala pihak untuk bisa menjaga pembahasan, seperti masalah suku, agama, ras, dan atargolongan. "Isu sara itu bisa menimbulkan konflik horisontal dan bahkan bunuh-bunuhan," ungkapnya.

Lemhannas juga meminta kepada para penentu kebijakan, alim ulama, pemuka masyarakat, cendekiawan, dan aparat negara untuk membangun keberagaman dengan semangat kebangsaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement