Rabu 29 Aug 2012 13:40 WIB

Umat Islam Aceh Sesalkan Kerusuhan Sampang

  Personel Brimob mengawal sejumlah perempuan dan anak-anak, ketika berlangsungnya evakuasi dari tempat persembunyian mereka, di Desa Karanggayam dan Desa Bluuran, Sampang, Jatim, Senin (27/8). (Saiful Bahri/Antara)
Personel Brimob mengawal sejumlah perempuan dan anak-anak, ketika berlangsungnya evakuasi dari tempat persembunyian mereka, di Desa Karanggayam dan Desa Bluuran, Sampang, Jatim, Senin (27/8). (Saiful Bahri/Antara)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH - Umat Islam di Provinsi Aceh menyesalkan terjadinya kekerasan berdarah terhadap kelompok Syiah di Sampang Madura, Jawa Timur, karena bisa merusak persaudaraan yang selama ini berjalan baik.

"Kami selaku umat Islam sangat menyesalkan peristiwa itu bisa terjadi," kata Ketua Ikatan Sarjana Nahdhatul Ulama (ISNU) Aceh Barat Dedi Iskandar di Meulaboh, Rabu (29/8).

Ia menyebutkan, tidak layak mempersoalkan Islam Syiah dan Sunni itu sesat ataupun tidak, namun yang terlihat jelas adalah dampak sosial peristiwa ini yang menimbulkan korban jiwa serta meretakkan hubungan sesama warga.

Ia menegaskan, aparat penegak hukum harus dapat menjamin keamanan bagi mereka yang saat ini menjadi korban baik dari kubu Syiah maupun Sunni serta mereda isu tersebut, sehingga tidak kembali bergejolak oleh kemungkinan ada kepentingan tertentu.

Hal senada juga diutarakan Ketua Ikatan Pemuda Muhammadiah Aceh Barat Saed Fadlen, yang menurutnya, kericuhan tersebut karena keteledoran aparat keamanan yang dipercaya dapat memberikan rasa keamanan dan kenyamanan bagi rakyat di Tanah Air.

"Inilah sisi lemahnya aparat keamanan yang sebelumnya melihat akan terjadi kericuhan kedua kubu dengan jumlah lawan tidak seimbang namun tidak bisa mengambil langkah cepat, tepat dan sigap," tegasnya.

Saed Fadlen yang juga dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh ini menilai bahwa di belakang kerusuhan di Sampang tersebut dimotori oleh kepentingan politik.

Ia sepakat dengan Kepala Negara Susilo Bambang Yudoyono yang mengkritik kinerja Badan Intelijen Negara (BIN) yang lalai dalam bertugas dan pelaku anarkis harus mendapat hukuman setimpal atas perbuatannya itu.

Saed Fadlen menilai, peristiwa tersebut merupakanan eskalasi menjelang Pemilu 2014, selain bersifat SARA, peristiwa ini juga muncul karena faktor ekonomi dan berujung menjadi kerusuhan-kerusuhan dijadikan sebagai pemicu.

"Ini merupakan eskalasi menjelang pemilu 2014 dan beberapa daerah di sana melakukan pilkada, itukan tidak hanya bersifat SARA saja, namun juga pengaruh faktor ekonomi," lanjutnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement