REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Otto Hasibuan menilai pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana sudah mengandung hasutan agar masyarakat membenci profesi advokat. Pasalnya, Denny sudah mencap kalau advokat yang membela koruptor itu adalah advokat koruptor.
"Di dalam sistem hukum kita, eksistensi advokat nyata dan diatur di UU Advokat. Jadi terlindungi dan jelas eksistensinya ada. Tak mungkin ada sitem peradilan tanpa adanya advokat,’’ katanya ketika dihubungi, Senin (27/8).
Tak hanya itu, lanjutnya, pernyataan itu pun jelas-jelas salah. Karena, tak ada advokat yang membela koruptor. Yang dibela advokat itu merupakan orang yang dituduh sebagai koruptor.
"Kalau sudah koruptior, buat apa lagi dibela, itu sudah terbukti. Makanya, dengan logika apapun tak mungkin advokat itu bisa disebut advokat koruptor,’’ tambah dia.
Otto tak menampik kalau memang ada advokat membela kliennya dengan cara yang salah. Yaitu, dengan membabi buta atau menerima suap. Namun, jika itu terjadi, ia mendorong agar segera dilaporkan. Jika pelanggarannya berupa etika, maka dilaporkan ke asosiasi advokat yang bersangkutan. Bila berupa perbuatan melawan hukum, maka dilaporkan sebagai tindakan pidana.
"Tapi tak bisa kemudian advokat dicitrakan menjadi koruptor. Makanya, Denny memang harus menarik ucapannya tersebut. Karena kalau tidak, itu tidak baik buat masyarakat,’’ jelas Otto.
Di kementerian Hukum dan Ham pun, lanjut dia, telah diatur mengenai posisi advokat. Yaitu, jika ada tersangka yang tidak memiliki advokat, maka negara harus menyediakan. Jika begitu, Otto mempertanyakan, apakah bisa kemudian negara disebut sebagai negara koruptor.
Bahkan, dalam beberapa kasus tertentu, KPK pernah meminta Peradi untuk membantu tersangka yang tidak punya advokat. ‘’Apakah KPK bisa jadi koruptor? Itu yang harus dipahami Denny. Itu hak dari tersangka dan kewajiban lawyer untuk membela.’’