REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengkritik kinerja intelijen terkait bentrokan antara kelompok Syiah dan anti-Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur. Ia mengatakan intelijen, baik Polri maupun TNI tidak bekerja dengan benar dan baik. Menurutnya, perisitwa yang sudah pernah terjadi tahun lalu harusnya bisa diantisipasi oleh aparat.
"Intelijen lokal baik Polri maupun territorial TNI, mestinya kalau intelijen itu bekerja dengan benar dan baik akan lebih bisa diantisipasi, di deteksi keganjilan yang ada di wilayah itu," katanya saat memberikan keterangan pers di Kantor Presiden, Senin (27/8).
Presiden juga mengartikan terjadinya peristiwa akhir pekan lalu itu karena penyelesaian bentrok di 2011 tidak tuntas. "Penyelesaian peristiwa pada Desember 2011 tidak tuntas benar. Akarnya masih ada," katanya.
Presiden kemudian meminta agar semua pihak turun tangan, termasuk pemerintah daerah Jawa Timur dengan pemerintah di Sampang itu sendiri. Hal ini diperlukan sebagai bentuk keterpaduan sehingga hal serupa tidak kembali terjadi di masa depan.
Tak hanya itu, Presiden SBY juga meminta agar jajaran aparat keamanan bisa menegakkan hukum secara tegas dan adil. Menurutnya, hal itu menjadi kunci agar peristiwa tidak terjadi di masa depan.
"Tegas dan adil. Kesalahan berat hukuman juga berat. Itu baik bagi negara kita,” katanya.
Untuk solusi pasca-bentrok dan kerugian yang terjadi, Presiden SBY membuka peluang pemerintah pusat memberikan bantuan. Apalagi tercatat ada 35 rumah yang dibakar.
"Kalau pemerintah pusat harus bantu, kita bantu," katanya.