Senin 27 Aug 2012 11:24 WIB

'Pelaku Bentrokan Sampang Jangan Diberi Toleransi'

Rep: Indah Wulandari/ Red: Hazliansyah
Seorang warga melemparkan batu ke arah bangunan rumah, musholla dan madrasah yang dibakar massa, di Desa Blu'uran, Karangpinang, Sampang, Madura, Jatim, Kamis (29/12).
Foto: Antara/Saiful Bahri
Seorang warga melemparkan batu ke arah bangunan rumah, musholla dan madrasah yang dibakar massa, di Desa Blu'uran, Karangpinang, Sampang, Madura, Jatim, Kamis (29/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bentrokan antara kelompok Syiah dan anti-Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kec Omben, Sampang, Madura, Ahad (26/8) lalu menjadi pukulan memalukan bagi keharmonisan kehidupan beragama di Indonesia. ‎​

"Kabar terakhir sudah tiga orang meninggal dan 60 luka. Ini bukan lagi kecolongan, tapi sudah merupakan kegagalan aparat keamanan melindungi warga negara. Peristiwa ini sudah tidak bisa ditoleransi," nilai Koordinator Program the Wahid Institute, Rumadi, Senin (27/8).

Akibat kefatalan penanganan itu, ia meminta para pelaku tindak kekerasan jangan pernah diberi toleransi sedikitpun. Selama ini, sebut Rumadi, aparat keamanan justru melindungi perusuh dan mengorbankan orang yang sudah menjadi korban.

Rumadi mengulik lagi peristiwa pembakaran medio akhir Desember 2011 lalu. Dalam catatannya, pelaku penyerangan justru dibiarkan tanpa tindakan hukum berarti.

"Hal ini bukan hanya tanggung jawab Menteri Agama Suryadharma Ali, tapi tanggung jawab Presiden SBY yang hanya berpidato manis, namun kenyataan yang terjadi jauh dari yang dipidatokan,"cecar Rumadi.

Agar tak terjadi kelalaian lagi, ia meminta 'Peristiwa Sampang' sekarang (Baca: 1.000 Orang Serang Kelompok Syiah Sampang, 1 Tewas dan 5 Luka-luka) ini dinilai bukan sebagai persoalan perbedaan keyakinan Sunni dan Syiah. Tapi, ujarnya, ada persoalan sosial yang jauh lebih rumit dari sekadar dua perbedaan pandangan.

"Persoalan tersebut selama ini tak terjembatani dengan baik dalam proses penyelesaian. Pimpinan Syiah sudah diadili dan divonis 2,5 tahun, terus apalagi yang mau dituntut?,"ulas Rumadi.

Jalan satu-satunya, ia mengimbau tokoh-tokoh agama untuk segera mengambil peran meredakan situasi dan jangan justru membuat pernyataan yang memanaskan situasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement