REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menganggap UU pembentukan Pengadilan Tipikor terlalu terburu-buru. Masalahnya, kata dia, pembentukan pengadilan khusus korupsi di setiap kabupaten/propinsi, tidak lagi menghitung kemampuan sumber daya manusia, baik untuk pengisian jabatan atau pengawasan.
Karena keterbatasan tersebut, Fickar tidak heran keberadaan hakim adhoc yang mengisi pengadilan tersebut banyak masalah. Itu lantaran pola rekrutmen yang dilakukan tidak terkontrol dengan baik. "Ini malah terbuka bebas. Bisa saja pencuri yang masuk," ujarnya, Ahad (26/8).
Karena itu, dia meminta Mahkamah Agung (MA) bersama pemerintah dan DPR untuk duduk bersama dalam melakukan pembahasan, yakni dengan melakukan perevisian UU. "Sekarang tidak efektif. Malah 33 Tipikor di propinsi tidak terpakai semua," katanya.