REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Nuansa sepi menjelang hari Proklamasi ini hinggap ke permukiman warga di berbagai daerah. Masyarakat seperti kurang darah dan kurang gairah menyambut perayaan Proklamasi. Pada tahun tahun sebelumnya, perayaan 17 Agustus di Bali masih terbilang meriah. Hal itu terlihat misalnya pada pemasangan bendera di kompleks kompleks perumahan dan pada kendaraan, serta menjamurnya kegiatan perlombaan, seperti memanjat pohon pinang, lomba lari karung, atau lomba makan kerupuk.
“Sekarang kami tidak menga dakan kegiatan itu. Yang ada kegiatan spontan dari warga, tapi tidak seperti tahun lalu,” kata H Sujatman, salah seorang warga di Perumahan Nuansa Kori, Ubung Kaja, Denpasar. Dari pemantauan ROL, perayaan 17an di Kota Denpasar memang lesu. Di Perumnas Monang Maning, misalnya, tidak ada kegiatan merayakan 17an secara khusus. Memang, warga diminta untuk menghias rumahnya dan memasang bendera, dan katanya itu akan dilombakan. Namun, mengingat banyak warga yang mudik, imbauan itu terasa hambar.
Menjelang Proklamasi di Bojong Kacur, Kelurahan Cibeunying, Kabupaten Bandung, juga terasa sepi. Memang, tetap ada warga yang memasang umbul umbul dan bendera. Namun, atmosfir Proklamasi itu seolah tertelan oleh hiruk pikuk Lebaran yang akan dirayakan Ahad (19/8). Ketua RW 25 Bojong Kacor, Kiswanto, mengatakan, warga di lingkungannya tidak melakukan perayaan khusus Agustusan seperti perlombaan untuk anak anak.
Sebagai gantinya, warga mengadakan pengajian. Tapi, menurut Kiswanto, pe gawai swasta di wilayah Surapati, Bandung, tidak tepat rasanya jika sepinya perayaan kemerdekaan ini dihubungkan dengan berlangsungnya ibadah puasa umat Muslim. Alasan dia, bukankah ketika Bung Karno, Bung Hatta, dan para penyusun proklamasi 1945 dulu juga bergerak di bulan Ramadhan. Ia menduga sepinya perayaan Agustusan ini bukan karena bersamaan dengan bulan puasa, tetapi karena sudah kehilangan makna.
Tapi seremonial atau tidak seremonial, alasan nasionalis tetap mendorong Dewi, warga Jalan Pahlawan, Bandung, untuk memborong bendera dan umbul umbul. Ia sudah sepakat bersama warga di permukimannya mengadakan syukuran Hari Kemerdekaan. Meski tidak ada lomba, merayakan Proklamasi adalah wajib hukumnya. Dewi mengatakan, masyarakat jangan sampai melupakan sejarah Indonesia. “Anak anak sekarang sudah lupa Pancasila, lupa UUD 1945,” keluhnya.
Dari Jakarta, Anita, warga Radio Dalam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, mengatakan, sebisa mungkin lingkungan tempat tinggalnya tidak meninggalkan tradisi lombalomba Proklamasi. Meski ia akui tahun ini perayaan 17 Agustus kurang semarak. Dulu, kenang dia, Proklamasi dirayakan lewat pentas tari, menyanyi, parodi, lomba. Tapi tahun ini hanya ada lomba azan, membaca Alquran, cerdas cermat, dan menggambar.