Kamis 16 Aug 2012 09:51 WIB

Ini Isi Pertemuan 9 Oktober 2008 yang Menghebohkan Itu (12)

  Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Foto: Haji Abror Rizki/Rumgapres
Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKSA AGUNG

Terima kasih Bapak Presiden. Bapak Presiden yang saya hormati. Pak Ketua BPK, Bapak Menko Polhukam, para menteri, Pak Kapolri dan Ketua KPK, Ketua BPKP yang saya hormati.

Memperhatikan apa yang jadi direction Bapak Presiden, saya melihat sudah sangat komprehensif Pak, sangat, seluruhnya adalah untuk kepentingan rakyat. Jadi tidak ada kebijaksanaan dari Bapak Presiden yang sangat komprehensif itu memperhatikannya tidak ada yang bersifat melawan hukum. Atau di dalam ketentuan baik yang formal maupun yang material Pak. Yang formal itu, adalah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang semuanya karena landasannya adalah Undang-Undang Dasar tidak ada yang bertentangan Pak.

Kemudian juga tidak ada yang menyalahgunakan wewenang sarana dan prasarana yang ada di dalam jabatan itu, sebagaimana yang disampaikan tadi oleh Ketua KPK. Kemudian apabila di dalam kebijaksanaan itu menimbulkan kerugian negara atau juga menimbulkan gangguan terhadap perekonomian negara. Maka kebijaksanaan itu pun juga tidak bisa dipertanggungjawabkan secara pidana, karena kebijaksanaan itu sendiri adalah semua sudah berlandaskan kepada ketentuan-ketentuan yang ada tadi sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua KPK yang perlu dicegah adalah penyalahgunaan kebijaksanaan itu. Itu yang harus dicegah sebagaimana tadi Bapak sampaikan ada yang sambil ngurusi cari rezeki itu Pak.

Ini yang menjadi masalah bagi kita itu Pak, karena kadang-kadang orang Indonesia itu pintar mencari peluang-peluang itu. Ada spekulan-spekulan yang memanfaatkan situasi yang ada, itu kemudian ada cara-cara menggoreng saham yang menimbulkan kerugian di dalam perekonomian negara, Kalau Undang-Undang Korupsi itu bukan hanya kerugian negara yang timbul yang bisa dihitung oleh BPK maupun BPKP, tetapi juga perekonomian Negara ini.

Nah dalam praktik peradilan itu kalau keuangan negara dihitung oleh BPK maupun BPKP, kalau perekonomian negara sampai hari ini itu, pengadilan itu belum memutuskan apabila terjadi suatu kegoncangan perekonomian negara.

Apa yang dimaksud dengan perekonomian negara. Dulu ada Pak Undang-Undang subversi itu, yang mengganggu perekonomian negara dan distribusi, tetapi itu sudah dihilangkan. Dan di dalam Undang-Undang Korupsi ini pasal 2 dan pasal 3 itu menyebutkan perekonomian negara, tetapi dalam praktik peradilannya tidak pernah terjadi mengenai pembuktian perekonomian Negara itu.

Nah, kalau kita melihat memang di dalam Undang-Undang Korupsi pasal 2 dan pasal 3 itu seperti Undang-undang karet Pak, bisa ditarik-ulur ke mana-mana. Jadi sejauh bisa menimbulkan kerugian negara dan perekonomian negara dan itu merupakan suatu perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan sarana dan prasarana, itu sudah masuk di dalam tindak pidana korupsi.

Jadi apa yang tadi Bapak sampaikan semua kebijaksanaan Bapak tadi adalah semuanya adalah untuk kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana saya membaca di surat kabar, untuk pembelian buy back saham itu semua adalah kebijaksanaan yang menguntungkan masyarakat, membawa kesejahteraan masyarakat, seandainya terjadi kerugian, itu tidak bisa dijadikan suatu perbuatan pidana di dalam Undang-Undang Nomor 2 dan 3 Undang-Undang 31/1999. Pada prinsipnya Pak, saya karena saya dengan Pak Antasari itu kan pekarangannya sama Pak, jadi pendapat anunya itu hampir bersamaan. Terima kasih Bapak Presiden. (bersambung)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement