Rabu 15 Aug 2012 22:02 WIB

Politik Uang Dituding Biang Kegagalan Otda

Irman Gusman
Irman Gusman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPD, Irman Gusman, mengatakan otonomi daerah (otda) jadi kata kunci percepatan perwujudan kemakmuran daerah yang terabaikan selama era sebelumnya. Namun, realitasnya, kata dia, setelah 11 tahun berlalu (2001-2012), pencapaian tujuan Otda masih jauh dari harapan.

Salah satu persoalan yang diidentifikasi, kata dia, antara lain komitmen politik para elite yang kurang terlihat dalam keberpihakan kepada kepentingan rakyat. "Ini jelas terlihat, misalnya, dari komposisi APBD yang lebih banyak tersedot untuk dana rutin atau untuk membiayai birokrasi (sekitar 70 persen) ketimbang pelayanan publik," kata dia dalam pernyataannya, Rabu (15/8).

Setidaknya, dua indikator menjelaskan hal itu. Pertama, kualitas pelayanan publik masih rendah. Baru sekitar 10 persen dari 524 daerah (33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota) yang secara relatif mampu melakukan pelayanan publik dengan baik.

Kedua, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah penduduk miskin dan pengangguran terbuka juga masih cukup tinggi, masing-masing sekitar 31,02 juta dan 8,59 juta jiwa. Bahkan, ada sejumlah daerah yang persentase dana rutinnya mencapai 83 persen.

Karenanya, sejauh ini pelaksanaan Otda cenderung menjadi ajang perebutan kue pembangunan di antara para elite daerah. Pada gambaran sekarang, kesulitan dan kelemahan dalam implementasi Otda, banyak dikaitkan dengan buruknya kualitas Pilkada.

Pelaksanaan pilkada sejak 2005 sarat dengan politik uang. Keadaan ini jelas menyulitkan munculnya kepemimpinan yang sejati, memiliki integritas, kompetensi, kapasitas, dan keberpihakan kepada kesejahteraan rakyat.

"Politik uang telah merusak banyak hal, termasuk rusaknya sistem dan fungsi birokrasi. Dengan kondisi demikian, maka akan sulit diharapkan terjadinya proses deepening democracy (pendalaman demokrasi)," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement