Selasa 07 Aug 2012 13:49 WIB

IPW: Rebutan Kasus KPK-Polri Memalukan

Rep: Indah Wulandari/ Red: Dewi Mardiani
Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane
Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rebutan penanganan kasus antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri dalam dugaan korupsi pengadaan simulator SIM menunjukkan ketidakprofesionalan institusi kepolisian. "Ini tindakan memalukan. Jika, berlanjut akan membuat para koruptor menertawakan KPK, Polri, dan upaya pemberantasan korupsi di negeri ini," ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane.

Dia justru menyambut baik gagasan Polri untuk mengajukan masalah sengketa kewenangan penyelidikan dan penyidikan kasus simulator SIM ini ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya, sambut Neta, hal itu sesuai dengan Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945, MK berwenang memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenanganmya diberikan oleh undang-undang.

Neta juga berpendapat, KPK bukan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Tapi KPK dapat mengadili dan memutus sengketa antara KPK dengan Polri. "Langkah ini lebih arif ketimbang Presiden SBY intervensi dalam konflik KPK vs Polri," sebutnya.

IPW juga menilai pertemuan pejabat tinggi aktif dan mantan petinggi Polri sebagai upaya konstruktif Polri untuk melakukan konsolidasi organisasi dan konsolidasi pelaksanaan visi serta misi reformasi Polri. Namun IPW berharap, Polri segera berubah dan jangan setengah hati dalam menangani kasus korupsi.

"Sebab saat ini saja ada 21 kasus korupsi besar yang menguap di Polri. Jika hal ini terus terjadi, bagaimana publik bisa percaya bahwa Polri akan menuntaskan kasus Simulator SIM," kata Neta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement