Jumat 03 Aug 2012 18:33 WIB

PSHK: Penegakan Hukum Terancam Arogansi Kepolisian

Rep: Esthi Maharani/ Red: Dewi Mardiani
Tim KPK saat menggeledah dan mengumpulkan barang bukti di Korlantas Polri
Foto: Antara
Tim KPK saat menggeledah dan mengumpulkan barang bukti di Korlantas Polri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Monitoring Pusat Studi Kebijakan Hukum (PSHK), Ronald Rofiandri, menilai tuntutan pada seluruh aparat penegak hukum untuk berkolaborasi dalam penanganan tindak pidana korupsi, mendapatkan ujian serius. Hal ini dilihat dari upaya menghalang-halangi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat proses penyitaan barang bukti oleh kepolisian.

Padahal, kata dia, KPK sendiri sudah mengantongi surat penetapan pengadilan terkait izin penggeledahan. Upaya penggeledaha itu untuk melakukan penyidikan dugaan korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan empat untuk ujian SIM.

Ia mengatakan, Polri sebagai penegak hukum harus taat hukum dan mematuhi peraturan perundang-undangan. Pasal 50 ayat (3) dan (4) UU No 30 tahun 2002 tentang KPK. "Dalam UU itu mengatur, jika KPK sudah dahulu melakukan Penyidikan, maka Polri atau Kejaksaan tidak berwenang lagi, atau jika Penyidikan dilakukan bersamaan, maka Polri atau Kejaksaan harus menghentikan penyidikannya," katanya, Jumat (3/8).

Ia juga menilai Polri seharusnya tidak boleh menghalang-halangi penyidikan KPK. Polri, lanjutnya, harus menunjukkan sebagai institusi yang pro pemberantasan korupsi, bukan sebaliknya.

Menurut Ronald sikap arogan Polri seolah tidak mau tunduk di bawah UU yang telah mengatur kewenangan KPK dapat membayakan dan merusak kondisi penegakan hukum. "Tindakan itu juga mengganggu sendi-sendi negara hukum," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement