REPUBLIKA.CO.ID, BANJARNEGARA – Sekretaris Daerah Banjarnegara, Fahrudin Slamet Susiadi, mengakui kebijakan pembatasan BBM berupa pengalihan konsumsi premium ke pertamax sulit diterapkan terhadap kendaraan dinas di pelosok yang jauh dari SPBU.
"Namun harus bagaimana lagi, kita harus mengikuti kebijakan pemerintah sesuai Peraturan Menteri ESDM yang ditindaklanjuti dengan Keputusan Gubernur Jawa Tengah," katanya, Jumat (3/8).
Menurut dia, daerah sebenarnya berharap adanya dispensasi untuk wilayah-wilayah pelosok yang belum terjangkau oleh SPBU yang melayani penjualan pertamax. Ia mengatakan, kondisi di daerah tidak sama seperti di perkotaan, khususnya Jakarta yang terdapat SPBU yang menyediakan pertamax.
Dalam hal ini, dia mencontohkan wilayah di pegunungan utara Banjarnegara hanya terdapat dua SPBU, yakni SPBU Karangkobar dan SPBU Dieng. Namun, keduanya belum melayani penjualan pertamax.
"Daerah tidak bisa membuat kebijakan sendiri, misalnya mempersilakan penggunaan premium di daerah-daerah yang sulit. Namun, kalau kemudian Pertamina tidak mau memberi (premium), bagaimana? Permasalahannya, Pertamina lebih tunduk kepada Kementerian ESDM daripada daerah," kata Fahrudin.
Disinggung mengenai alokasi anggaran untuk konsumsi BBM kendaraan dinas, Fahrudin mengatakan, hal itu masih dihitung oleh Pemerintah Kabupaten Banjarnegara. Jika boleh menambah anggaran, kata dia, hal itu hanya dilakukan dengan memindah pos anggaran lainnya.
Secara terpisah, anggota Komisi B DPRD Banjarnegara, Bambang PS, mengusulkan adanya toleransi bagi wilayah yang belum terlayani oleh SPBU penyedia BBM nonsubsidi jenis pertamax.
Menurut dia, kendaraan dinas dari wilayah tersebut harus ke kota untuk sekadar mendapatkan pertamax. Padahal, perjalanannya cukup jauh dan menyita waktu maupun menambah biaya.