Rabu 01 Aug 2012 17:56 WIB

Kejagung: Murdaya Poo Masih Saksi

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Heri Ruslan
Gedung Kejaksaan Agung
Gedung Kejaksaan Agung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung belum menetapkan Murdaya Poo sebagai tersangka. Pengusaha ini sempat diminta keterangan sebagai saksi untuk tersangka Riza Nur Karim, Kepala Kanwil Pajak DKI Jakarta, dalam perkara Sistem Informasi Ditjen Pajak (SIDJP).

"Dia masih saksi," jelas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Andhi Nirwanto, di Jakarta, Rabu (1/8). Mantan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini diperiksa penyidik Jampidsus pada Rabu (11/4).

Murdaya Poo merupakan suami pengusaha Siti Hartati Murdaya pernah diperiksa penyidik sebagai saksi pada April lalu. Keduanya kini sama-sama menjadi saksi dalam perkara korupsi. Murdaya Poo berkaitan dengan SIDJP. Sedangkan Hartati diduga sebagai inisiator pemberian suap ke Bupati Buol. KPK sudah meminta Imigrasi mencegah Hartati bepergian ke luar negeri. Selain itu, KPK mencegah enam anak buah Hartati, yakni Direktur PT HIP Totok Lestiyo, karyawan PT HIP, Soekarno, Benhard, Seri Sirithorn, dan Arim; serta Direktur PT CCM Kirana Wijaya.

PT Berca menjadi rekanan dalam pengadaan sistem informasi Ditjen pajak. Dalam perkara ini Liem Wendra Halingkar, Direktur Utama PT Berca telah ditetapkan sebagai tersangka.

Direktur Penyidikan Jampidsus Arnold Angkouw mengatakan Murdaya diperiksa untuk lima tersangka yang telah ditetapkan sebelumnya. Pemeriksaan tersebut dibutuhkan karena mantan Anggota DPR tahun 2004-2009 ini adalah pemilik BHp, perusahaan rekanan Ditjen Pajak dalam pengadaan SIDJP.

Pria bernama lengkap Murdaya Widyawimarta Poo adalah Direktur Utama dari PT Berca Hardayaperkasa (BHp) yang menjadi pemenang lelang dalam proyek SIDJP tahun anggaran 2006. Murdaya bersama istrinya adalah pemilik Berca Group, sekarang lebih dikenal sebagai PT Central Cipta Murdaya (CCM).

Murdaya menyatakan tidak tahu-menahu mengenai proses lelang proyek SIDJP. Arnold mengatakan, Murdaya menyerahkan semua urusan tender dan pelaksanaannya kepada Liem Wendra Halingkar. Selain memeriksa Murdaya, penyidik telah memeriksa puluhan saksi dan para tersangka.

Proyek pengadaan SIDJP ini diduga menghabiskan anggaran sebesar Rp 43,68 miliar dalam proses pelaksanaannya. Dalam proses pelaknsaan proyek, terjadi kecurangan berupa perubahan spesifikasi teknis. Perubahan tersebut menyesuaikan penawaran dari salah satu peserta penawaran lelang, yaitu dari PT. Berka Hardaya. Perusahaan tersebut menjadi pemenang lelang.

Terjadi pula perubahan spesifikasi teknis, sehingga dianggap tidak sesuai prosedur. Penyidik telah meminta penghitungan kerugian keuangan negara dari BPKP. Kerugian negara sekitar Rp 14 miliar. Sebagai penyedia jasa dan barang Wendra menandatangani kontrak perjanjian kerjasama dengan Ditjen Pajak. Lantaran ada perubahan spesifikasi, para tersangka juga diduga melanggar Keppres No.80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Berdasarkan hasil audit BPKP pula, ditemukan alat-alat yang tidak ada wujudnya dalam pengadaan SIDJP. ?Jadi, ada yang sudah terpasang dari satu produk dan ini ada tambahan. Nah, pengadaan tambahan ini ternyata dalam proses lelangnya sendiri diubah jenisnya, sehingga tidak connect dengan yang sudah ada. Padahal, (seharusnya) mereknya sama, supaya dia tersambung,? terang Arnold.

Selain itu, penyidik telah melakukan tes untuk memastikan apakah alat itu dapat terkoneksi secara online di seluruh Indonesia. Penyidik menduga ada mark up dalam proyek pengadaan SIDJP dan yang diuntungkan adalah pemborongnya, BHp. Untuk perkara Bahar dan Pulung Sukarno segera disidangkandi Pengadilan Tipikor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement