Sabtu 28 Jul 2012 18:38 WIB

MER-C Sayangkan Larangan Masuk Relawan di Myanmar

 MER-C bersama dengan lembaga-lembaga Islam menyatakan telah terjadi ethnic cleansing terhadap Muslim Rohingya yang dilakukan oleh pemerintah dan militer Myanmar sejak 3 Juni 2012 hingga saat ini.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
MER-C bersama dengan lembaga-lembaga Islam menyatakan telah terjadi ethnic cleansing terhadap Muslim Rohingya yang dilakukan oleh pemerintah dan militer Myanmar sejak 3 Juni 2012 hingga saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komite Kesehatan dan Pertolongan Darurat Indonesia MER-C menyayangkan otoritas Myanmar yang terus memberlakukan larangan masuk bagi wartawan dan relawan yang hendak membantu Muslim Rohingya ke negara itu.

"Kami masih terus berharap agar pemerintahan Myanmar membolehkan kami untuk membantu Muslim Rohingya yang sedang berada dalam ancaman diskriminasi," kata Presidium MER-C Indonesia, Sarbini Abdul Murad, Sabtu (28/7).

Sejauh ini, katanya, MER-C masih terus mengupayakan agar bisa masuk ke wilayah konflik antara etnis Muslim Rohingya-Rakhine itu. "Kami meminta dengan sangat agar difasilitasi oleh Deplu untuk masuk ke Myanmar demi membantu Rohingya di sana," lanjut Sarbini.

MER-C masih tertahan di Indonesia karena belum ada izin dari Deplu Indonesia sampai sekarang. Menurut dia, pihaknya terus berusaha melobi kementerian tersebut agar memfasilitasi keinginan MER-C untuk membantu etnis yang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia tersebut.

"Pemerintah Indonesia memang sedang bertindak lebih halus, berhati-hati mengenai isu kemanusiaan di Myanmar itu," kata Sarbini.

Pemerintah, melalui Ketua DPR-RI Marzuki Alie, pada Jumat (27/8) mengirim surat kepada Ketua Parlemen Myanmar, Khin Aung Myint, terkait konflik di negeri itu yang menyebabkan tewasnya sejumlah kaum Muslim Rohingya.

Dalam suratnya, Ketua DPR-RI menyatakan kasus kemanusiaan di Myanmar itu mendapat perhatian khusus bagi Indonesia. “Myanmar harus diingatkan komitmennya terhadap demokrasi, bukan hanya secara prosedural dengan membolehkan oposisi Aung San Su Kyi untuk ikut pemilu saja, tetapi jauh lebih penting adalah demokrasi substansial, yang terkait erat dengan HAM khususnya hak hidup etnis Rohingya,” ujarnya.

Kaum Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine (Arakan), Myanmar, dibantai oleh kelompok yang diduga dilakukan oleh etnis yang didukung pasukan gabungan keamanan Rakhine. Jumlah kematian Muslim di Arakan diperkirakan mencapai 6.000 jiwa. Selain dibunuh, juga terjadi pembakaran, penjarahan, pemerkosaan serta penangkapan terhadap komunitas Muslim Rohingya di negara bagian Arakan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement