Kamis 26 Jul 2012 17:07 WIB

Proyek Donggi-Senoro Sengsarakan Masyarakat

Rep: Aghia Khumaesi/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pembangunan proyek kilang gas Donggi-Senoro yang tak kunjung selesai membuat masyarakat Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah menderita. Hal itu dikarenakan, kerusakan sumber daya alam di sekitar tempat tersebut.

"Pembangunan Donggi-Senoro yang sedang terjadi saat ini membuat masyarakat Banggai sengsara akibat kerusakan yang terjadi akibat penambangan gas tersebut," ujar anggota DPD Sulawesi Tengah, Nurmawati Dewi Bantilan saat diskusi di Gedung DPD RI Jakarta, Kamis (26/7).

Pembangunan kilang Donggi-Senoro hingga kini telah mencapai 41 persen. Di mana kilang tersebut terdiri dari dua blok yaitu, blok Matindok dan Senoro. Namun, dalam pembangunan ini menurut Nurmawati menuai beberapa masalah.

Beberapa di antaranya, adalah dalam hal melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam gas masih dilakukan oleh investor asing dengan sistim bagi hasil. Padahal pada UU No. 22 menyatakan kegiatan gas dari hulu ke hilir ini harus dilakukan BUMN.

Selain itu, peraturan bagi hasil penerimaan pertambangan Gas Bumi antara pemerintah pusat dan Daerah tidak adil. Karena, menurutnya bagi hasil yang diterima daerah ternyata tidak cukup untuk membiayai kerusakan alam akibat penambangan tersebut.

Untuk itu, Dewi mengusulkan perlu dilakukannya renegosiasi kontrak karya dan sejenisnya atas sumber daya alam khususnya gas bumi, perlu regulasi mengenai bagi hasil dari penerimaan sumber daya alam gas bumi serta harus sesuai amanat UU No. 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi agar pengelolaan minyak dan gas bumi melibatkan pemerintahan daerah.

"Perlu dilakukan renegosiasi, karena ada kerugian untuk harga dll, karena membuat masyarakat dirugikan dan terpuruk," tambahnya.

Sebelumnya, PT DSLNG selaku operator kilang sudah menandatangani perjanjian jual beli dengan tiga pembeli. Ketiga pembeli tersebut adalah Chubu Electric Power Inc, Jepang dengan volume 1 juta ton, Kyushu Electric Power Co Inc, Jepang sebesar 300 ribu ton per tahun dan Korea Gas Corporation (Kogas) 700 ribu ton per tahun.

KPPU pada awal Januari lalu membuktikan adanya persekongkolan oleh Mistsubishi Corporation dengan PT Pertamina, Medco Energi International dan anak usahanya Medco E & P Tomori Sulawesi. KPPU menemukan bahwa konsorsium empat perusahaan telah bersekongkol untuk mendapatkan informasi rahasia untuk menyusun usulan kontes kecantikan.

Terhadap putusan tersebut, PT Pertamina telah mengajukan kasasi karena pihaknya keberatan dengan putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menolak keberatan mereka atas vonis KPPU tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement